Minggu, 29 Juni 2008

HUT BHAYANGKARA KE 62

Refleksi Dirgahayu Polri 1Juli 2008
Kiprah Polri ; Antara Pujian dan Cacian

Kompol Drs Safwan Khayat M.Hum



Sepuluh tahun kiprah Polri dalam gerakan reformasi (1998 – 2008), upaya tuntutan agenda reformasi, penegakkan hukum dan HAM, pengawalan proses hak demokratisasi dan pemberantasan pidana korupsi masih membutuhkan proses perbaikan. Perlahan tapi pasti, upaya Polri bersama elemen bangsa dalam mempercepat tujuan reformasi terus bergulir seiring dengan perubahan paradigma dan kinerja Polri dalam sorotan masyarakat. Berbagai peristiwa yang terjadi di wilayah tanah air menuntut kinerja Polri yang profesional dalam menangani setiap kasus pelanggaran hukum. Tidak jarang pula ditemukan, kasus pelanggaran hukum dalam setiap penanganan Polri berbuntut berbagai penafsiran (multi interpretasi) dalam menilai hasil kinerja Polri.
Perubahan paradigma Polri sebagai bagian dari batang tubuh masyarakat dan bersama masyarakat mewujudkan agenda reformasi yang tertib, terukur dan beradab selalu beragam tanggapan. Di satu sisi kinerja Polri dibenci dan dicaci, tetapi Polri juga dirindukan dan dipuji. Polri harus mengantisipasi setiap tindakan yang mengarah anarkis, tetapi dibalik antisipasi tersebut sorotan tajam atas sikap Polri mengundang kritikan. Dilematis posisi Polri dalam menjalankan tugas pengamanan dan penegakkan hukum serta HAM mendesak kinerja Polri yang profesional.
Berbagai kasus pelanggaran hukum yang berhasil diungkap dan ditangani Polri tidak luput dari pujian. Terungkapnya jaringan teroris, sindikat peredaran narkoba, korupsi, cyber crime networking, illegal logging, illegal fishing, human traffiking, pembunuhan, pencurian dan perampokan telah menyertakan beragam sambutan positif. Bahkan keseriusan Polri memberangus habis praktek perjudian, prostitusi dan premanisme di setiap daerah yang getarannya dirasakan langsung masyarakat, disambut gembira seluruh masyarakat. Ungkapan suka cita, senyuman, tepuk tangan dan uluran tangan dalam membantu tugas Polri terus mengalir bagaikan hujan deras membasahi bumi menyuburkan setiap butiran tanah dan sehelai daun tanaman. Aliran air di setiap tetesan hujan dirasakan langsung manfaatnya hingga menghidupkan kembali pori-pori bumi yang lama kering kerontang diterpa panasnya bumi dan kejamnya kehidupan alam.
Dibalik semua ini, manakala Polri harus bersikap tegas atas segala bentuk tindakan yang mengarah munculnya gangguan keamanan dan ketertiban ─ bahkan anarkis ─ sikap cacian jauh melebihi kata pujian yang pernah dilantunkan. Tuduhan cacian mengalir bagaikan serangan wabah penyakit kolera hingga menusuk jantung profesionalisme Polri sendiri. Polri dituduh dalang kerusuhan, melanggar hukum dan HAM, menghalangi proses demokratisasi dan membantai aktifis demonstrasi. Polri dinilai arogan, memanfaatkan situasi mempertahankan kekuasaan dan melakukan kekerasan terhadap pihak tertentu dengan sikap keberpihakan kepada kelompok tertentu pula. Bahkan yang lebih ekstrem lagi, Polri dalam pandangan segelintir orang adalah musuh yang menghambat tegaknya proses reformasi demokrasi.
Fenomena sosial inilah yang sering tampil dalam setiap pertanyaan dan pernyataan publik sosial bahwa kedudukan Polri selalu menjadi perhatian. Eksistensi Polri selalu berada antara pujian dan cacian ditengah pergumulan identitas dan kinerja Polri sebagai bagian batang tubuh masyarakat. Semakin Polri mendapat pujian dan cacian, semakin menunjukkan bahwa Polri nyata-nyata milik masyarakat. Jika kata pujian dan cacian tidak pernah lahir dalam tampilan peristiwa sosial ( social setting), maka analisis sosial terhadap Polri cukup rendah. Jika penilai plus dan negatif berjalan berimbang, maka analisis sosial memiliki siginikansi yang kuat.

Polri Ditengah Perubahan Moral Masyarakat
Dari dahulu hingga sekarang, posisi Polri sebagai moral safeguard masyarakat suatu keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri. Moral safeguard (penegak moral) yakni dengan memberikan penyuluhan dan motivasi kesadaran perilaku masyarakat agar menjauhi bentuk tindakan yang menyalahi norma hukum. Penegak moral berarti Polri juga sebagai penegak hukum yang senantiasa mengamati, mengawasi, mengarahkan dan mengambil tindakan atas segala bentuk penyimpangan perilaku yang dapat mengganggu, merusak dan menghancurkan tatanan stabilisasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
Pada posisi ini pula, Polri juga dihadapi adanya perubahan moral masyarakat. Berbagai modus operandi penyimpangan hukum senantiasi melingkari perubahan moral masyarakat ─ baik secara sengaja atau tidak. Kondisi ini merupakan tantangan Polri dalam menjalankan tugas sebagai penegak moral. Kiprah dan profesionalisme Polri dipertaruhkan secara terus menerus yakni dengan memperkuat basis sumber daya diri yang sadar, terampil, teruji dan dedikasi. Sumber daya diri yang sadar adalah sumber daya personil Polri yang senantiasa menyadari kelemahan dengan cara giat belajar memperbaiki diri dan mencari informasi guna menambah prestasi kerja. Sumber daya terampil yakni memanfaatkan dan menguasai fasilitas komunikasi dan teknologi guna mendukung tugas dan prestasi kerja sehingga menambah gairah dan hasil kerja yang terukur. Sumber daya teruji merupakan cita-cita Polri mampu menyelesaikan seluruh unit bidang kerjanya dengan membawa manfaat yang positif dirasakan langsung masyarakat. Sumber daya dedikasi adalah tanggungjawab, jujur pada diri dan menghormati pimpinan serta menghargai senioritas dalam setiap menjalankan tugas penegakan hukum.
Penegakkan moral tentu harus berawal dari dalam tubuh Polri sendiri. Kekuatan moral adalah jantung tegaknya hukum yang berkeadilan. Kekuatan moral menjadi pilar ampuh memberantas penyakit rakus, arogan, benci atas kritikan dan membebaskan diri dari polusi suap. Polri di mata masyarakat bagaikan ”Tuhan” yang tidak boleh salah dengan segenap tampilan moral panutan. Padahal Polri juga manusia biasa yang tidak luput dari kelemahan, kelalaian dan dosa-dosa sosial.
Pertumbuhan populasi penduduk yang padat, menyempitnya lahan tanah untuk pemukiman dan garapan, rendahnya angka keterampilan kerja dan mengkrucutnya peluang lapangan pekerjaan dengan daftar pertumbuhan populasi pengangguran ikut membawa dampak bagi perubahan moral masyarakat. Tingginya biaya hidup, sulitnya didapati kebutuhan pangan, mahalnya biaya pendidikan, rendahnya akses bantuan kesehatan dan kecilnya biaya penghasilan menjadi catatan sosial persoalan masyarakat. Keadaan ini juga dirasakan personil Polri atas beban hidup yang dirasakan bersama masyarakat. Tugas dan tanggungjawab yang berat dengan senantiasa menjaga nama kelembagaan (korps Polri) di setiap tempat menjadi beban psikologis yang perlu menjadi perhatian semua pihak.
Di akui karena latar belakang tertentu, personil Polri ada ditemukan melakukan pelanggaran etika profesi dan hukum. Sikap yang arogan dengan mengawal dari belakang (back up) kegiatan bisnis illegal turut mempengaruhi citra Polri. Sedikit saja sikap personil menyalahi etika profesi dan hukum membawa dampak bagi nama kelembagaan. Kondisi ini sangat disadari Polri sendiri atas perilaku personil Polri di beberapa kesempatan tertentu.
Untuk memperbaiki citra Polri atas stigma masyarakat juga tidak mudah. Stigma masyarakat juga tidak bisa sepenuhnya dibenarkan apalagi disalahkan. Tetapi peran Polri sebagai penegak moral (moral safeguard) sudah menjadi tanggungjawab yang tidak bisa dilalaikan. Guna mendukung tugas ini Polri harus memperhatikan personilnya dengan melengkapi fasilitas kerja, pendidikan dan pelatihan profesi yang berkala, pembinaan mentalitas personil, gaji/honorarium yang menunjang, bantuan perumahan biaya murah dan bea siswa pendidikan bagi personil yang berprestasi. Semua ini sangat bermanfaat guna meningkatkan kinerja Polri yang profesional dan mengangkat citra Polri di hati masyarakat.
Penutup
Kini sudah 62 tahun Polri (1 Juli 1946 – 1 Juli 2008) berkiprah melakukan pelayanan dan penegakkan hukum di tanah air. Pengabdian Polri kepada negara dalam menegakkan keadilan di tengah masyarakat harus lebih baik lagi. Profesionalisme Polri adalah melindungi masyarakat dalam memerangi kejahatan tanpa refresif dan kekerasan. Dalam bertugas, personil Polri harus lebih banyak menggunakan pendekatan dialektik daripada otoktarik. Mudah-mudahan pendekatan dialektik dapat merajut kesatuan langkah dan tujuan Polri bersama masyarakat meningkatkan kesadaran hukum dan menegakkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Dirgahayu Polri, mari kita tingkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai pengabdian kita kepada Ibu Pertiwi. Semoga Tuhan meridhai cita-cita masa depan bangsa kita dan menumbuhkan sikap bersatu yang utuh serta kesehatan bagi kita semua khususnya masyarakat dan Polri.

Siantar, 24 Juni 2008
P E N U L I S


Kompol Drs Safwan Khayat M.Hum


* Penulis Mantan Kasatlantas Poltabes MS dan saat ini Wakapolresta P. Siantar.


Rabu, 25 Juni 2008


DOA ABAH
UNTUK SAHLA KHAYAT

Ya Allah…..

Jadikanlah anaku
Seorang yang cukup kuat mengetahui kelemahan dirinya
Berani menghadapi dikala ia takut
Yang bangga dan tidak tunduk dalam kekalahan yang tulus
Serta rendah hati dan penyantun dalam kemenangan

Ya Allah…..
Jadikanlah anaku
Seorang yang tahu akan adanya Engkau
Dan mengenal dirinya sebagai dasar segala pengetahuan

Ya Allah…..
Bimbinglah anaku
Bukan dijalan yang gampang dan mudah
Tetapi dijalan penuh desakan, tantangan dan kesukaran

Ya Allah…..
Berikanlah kekuatan dan ajarilah anaku
Agar ia sanggup berdiri teguh di tengah badai
Dan belajar mengasihi mereka yang tak berhasil

Ya Allah…..
Jadikanlah anaku, seorang yang baerhati suci, bercita cita luhur
Sanggup memerintah dirinya sebelum memimpin orang lain
Mengejar masa depan tanpa melupakan masa lalu

Ya Allah…..
Aku mohon kepadamu jauhkan dari dirinya sifat sombong, takabur,iri dan dengki
Sesudah semuanya membentuk dirinya
Berikanlah ia kerendahan hati, kesederhanaan dan kesabaran
Dan rahmatilah dia.

Minggu, 22 Juni 2008

SAMPAH ; Masalah dan Manfaat


Oleh,
Kompol Drs Safwan Khayat M.Hum


Bila kita telusuri di wilayah kota Medan, tumpukan sampah terbengkalai berhari-hari dengan mengeluarkan aroma bau yang menyengat. Tumpukan sampah yang berserakkan telah merubah image kota Medan menjadi kota kumuh yang jauh dari nilai Kemodrenan, Religius dan Madani. Penanganan tumpukan sampah yang lamban menimbulkan kegerahan lingkungan sekitarnya. Ironisnya, timbunan sampah itu tidak luput pula menjadi perhatian bagi yang melintasi lokasi itu. Timbunan sampah itu mempertontonkan wajah kota yang kusam, jorok dan bau bagaikan rumah yang tidak berpenghuni lama ditinggalkan tuannya.
Pengelolaan sampah semakin tidak jelas arahnya. Terbengkalainya tumpukan sampah dengan aroma bau busuk adalah bukti lemahnya manajerial instansi terkait atas limbah ringan ini. Tumpukan sampah tidak akan dijemput oleh petugas kebersihan bila masih sedikit. Sampah itu terus mengendap berhari-hari sampai petugas memungutnya dengan menggunakan kenderaan yang telah disiapkan pemerintah kota.
Endapan sampah yang berhari-hari dengan aroma yang tidak sedap sangat mengganggu kesehatan lingkungan sekitarnya. Gangguan kesehatan dapat terjadi berupa gangguan pernafasan, penyakit kulit, batuk dan lainnya. Gangguan psikologis kepada warga dapat terjadi seperti rendahnya partisipasi kesadaran masyarakat dengan sikap masa bodoh dan egoisme. Endapan sampah juga menimbulkan bahaya banjir tatkala hujan deras mengguyur kota. Curah hujan yang tinggi dengan genangan air dan tumpukan sampah yang berserak menambah daftar panjang persoalan kota. Kota bagaikan anak sungai yang merambah jalanan yang telah merusak infrastruktur dan fasilitas lainnya.
Bagi wilayah perkotaan, sampah merupakan persoalan krusial yang membutuhkan pengelolaan profesional. Pengelolaan sampah bukan sekedar dipungut, lalu dibawa melalui kenderaan khusus ke tempat pembuangan sampah, tetapi sampah juga memiliki peluang ekonomi yang dapat dijadikan sumber pendapatan kota. Daur ulang sampah sesuai dengan jenisnya juga memberikan konstribusi ekonomi bagi pemerintah kota sendiri. Tentu saja pemutakhiran daur ulang sampah dibutuhkan pengelolaan serius yang terukur dengan melengkapi fasilitas pendukung yang berkaitan dengan manafactur daur ulang.
Bagi segelintir orang, tumpukan sampah dapat menjadi sumber pendapatan ekonomi mereka. Dengan memilih dan memilah jenis sampah tertentu, mereka bisa memperoleh rezeki guna menafkahi kebutuhan hariannya. Mereka menjualnya kepada pihak tertentu yang sengaja menampung sampah pilihan itu dengan nilai harga uang. Si pemulung (orang yang menggantungkan hidupnya dengan memilih dan memilah sampah) memperoleh rezeki yang cukup untuk makan perharinya. Esoknya seperti biasa si pumulung berkelana mencari tempat-tempat tumpukan sampah untuk dipilih dan dipilah jenis sampah yang bisa dinilai dengan uang.
Tidak saja si pemulung, pengusaha penampungan sampah pilihan (biasa disebut pengusaha botot) juga ikut menikmati keuntungan ekonomi dari tumpukan sampah pilihan yang dibelinya dari si pemulung. Sampah pilihan tadi dijual ke pabrik guna di daur ulang sesuai dengan jenisnya. Daur ulang pengolahan pabrik menghasilkan berbagai jenis produk bahan baku yang siap dipasarkan kepada masyarakat yang berikutnya kembali menjadi sampah.

1. MASYARAKAT ---> 2.SAMPAH--->3.PEMULUNG--->4.PENGUSAHA--->
5.PABRIK---> DAN AKHIRNYA ----> 6.KEMBALI KEMASYARAKAT

Rotasi lingkaran simbiosis mutualistis menunjukkan arah perputaran saling mengisi atas analisis ekonomi dari pengelolaan sampah. Gambar di atas merupakan siklus lingkaran yang terjadi di dalam dinamika ekonomi tatkala masyarakat membuang sampah dipungut pemulung lalu bermanfaat menjadi peluang ekonomi. Setelah dipilih dan dipilah, si pemulung menjualnya kepada pengusaha penampungan sampah pilihan (botot) lalu dikirim ke pabrik pengolahan untuk dijadikan bahan tertentu guna memenuhi kebutuhan dan dibeli kembali oleh masyarakat. Setelah bahan tersebut digunakan masyarakat, sewaktu-waktu bahan hasil pengolahan pabrik (daur ulang) menjadi sampah kembali. Demikian rotasi lingkaran ini berputar terus menerus sehingga sampah membawa keuntungan materi bagi pihak tertentu.

Sampah Produktif
Penanganan sampah yang tepat memiliki manfaat positif bagi pendapatan ekonomi warga dan pemerintah (PAD). Sampah yang terbengkalai bukan saja menimbulkan masalah bagi penataan kebersihan kota, tetapi juga membawa dampak buruk bagi masa depan penataan kota Medan yang bersih, tertib dan rapi (Bestari). Pengelolaan yang terukur membuat sampah jadi lebih produktif dengan nilai keuntungan (profit) ekonomi alternatif.
Sampah produktif dapat dilakukan melalui proses daur ulang menurut jenis sampah (limbah) yang ditentukan. Ada sampah yang dikeluarkan hasil limbah rumah tangga yang jenis dan bentuknya dapat berupa padat dan cair. Sampah yang terdiri dari bahan plastik, kertas, karet, logam, timah, tembaga, alumunium, besi, botol, kaca, fiber dan lainnya dapat di daur ulang pengolahannya sesuai dengan jenis dan bentuknya. Sampah yang dinilai tidak dapat dilakukan daur ulang bisa pula diolah menjadi pupuk kompos yang peruntukkannya dapat menyuburkan sejumlah jenis tanaman budi daya.
Keunggulan sampah produktif dalam proses dan setelah di daur ulang antara lain ; (1) jenis sampah tertentu dapat dijadikan bahan komoditi baku dengan modal yang ringan dan nilai jual yang bersaing, (2) membuka lahan pekerjaan baru dengan modal keterampilan yang terbatas, (3) menambah pendapatan perkapita bahkan dapat menjadi sumber utama ekonomi keluarga, dan (4) menyuburkan iklim usaha baru khususnya bidang usaha benda bekas dan atau barang yang dianggap tidak dipergunakan (sampah) untuk diolah menjadi komiditi bernilai.
Nilai ekonomi atas pengelolaan sampah produktif sekaligus menjawab permasalahan sampah pada setiap problem kota Medan. Sampah yang selalu menjadi masalah, juga memiliki nilai keuntungan bagi orang perorang, pengusaha dan pemerintah sendiri.
Retribusi sampah dan anggaran yang dialokasikan guna menunjang kelancaran tugas dinas terkait diharapkan dapat menata kebersihan dan keindahan kota. Alokasi anggaran yang tidak sedikit dan ditambah lagi hasil retribusi sampah yang dikutip kepada masyarakat cukup memadai mengelola permasalahan sampah di kota Medan. Sudah tentu pula dukungan partisipasi masyarakat dalam menciptakan kota yang Bestari ikut mempercepat proses penataan kebersihan kota. Keswadayaan masyarakat diharapkan dapat mengontrol anggaran kebersihan agar penggunaannya benar-benar bisa dipertanggungjawabkan sesuai peruntukkannya.

Medan Harus Diselamatkan
Kota Medan yang pernah mendapat penghargaan Piala Adipura sebagai simbolistik kota yang bersih, saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Urutan keenam sebagai kota terjorok di Indonesia cukup menyesakkan nafas pembangunan kota yang seharusnya penghargaan kota bersih yang pernah diterima kota ini dipertahankan.
Kebersihan kota Medan kian memprihatinkan dengan ditemukannya tumpukan sampah di beberapa lokasi inti kota. Tempat sampah yang disediakan tidak mampu lagi menampung banyaknya sampah di lokasi itu. Akhirnya sampah berceceran dijalanan dalam waktu yang relatif lama dan mengeluarkan bau yang menyesakkan pernafasan.
Pelayanan kebersihan Pemko Medan semakin tidak jelas target dan sasarannya. Tempat-tempat penampungan sampah (tong sampah) yang selama ini ditemukan di beberapa lokasi keramaian, kini kondisinya semakin tidak terurus. Kalau kondisi ini terus berlarut maka kehidupan warga semakin tidak sehat akibat polusi udara yang dicemari oleh bau yang ditimbulkan sampah.
Kota Medan harus diselamatkan dari sebuah penataan yang lebih terarah dan bertanggung jawab. Menyelamatkan kota Medan berarti mengangkat kembali marwah citra Pemko Medan dan seluruh elemen warga kota dari suatu nafas kehidupan yang sehat, dinamis dan beradab. Kota yang bersih adalah cermin pemerintahan dan warganya yang menjunjung tinggi nilai religius dan humanis. Nilai religius merupakan bentuk aplikasi ajaran agama tentang hidup bersih itu sehat dan kebersihan menjadi modal pangkal keimanan. Nilai humanis yakni tercermin dari prilaku hidup yang mencintai kebersihan, keindahan dan keteraturan. Prilaku adalah produk dari tampilan diri manusia tentang perasaan, fikiran dan nurani.
Pengelolaan sampah yang terarah dan terukur salah satu bentuk konkrit menyelamatkan kota Medan menjadi bersih kembali. Sampah yang dianggap sebagai salah satu masalah perkotaan dengan upaya produktif merekonstruksi daur ulang memiliki nilai keuntungan yang tidak sedikit. Kita berkeyakinan, dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa dan dukungan semua pihak guna, kota Medan dapat ditata menjadi lebih tertib, religius dan beradab.


Medan, 17 Juni 2008

Kompol Drs Safwan Khayat M.Hum
Penulis Alumni dan dosen UMA, alumni Pascasarjana USU
dan mantan Kasatlantas Poltabes MS.
Email ; safwan khayat@yahoo.com.

Rabu, 04 Juni 2008

Mematuhi Pemimpin Dalam Islam


Oleh, Kompol Drs. Safwan Khayat. M.Hum



Tatkala Allah SWT hendak menjadikan sosok pemimpin (khalifah) di muka bumi spontan saja makhluk yang sudah berabad tahun bertasbih memuji kebesaran Allah SWT yakni para Malaikat bertanya tentang eksistensi sosok pemimpin yang akan dijadikanNya. Bisa jadi situasi waktu itu (penulis sedikit berillustrasi) para Malaikat memberanikan diri bertanya kepada Sang Khaliq bahwa kehadiran makhluk baru selain komunitas mereka sendiri (para malaikat & jin) akan berbuat lain selain rutinitas yang mereka lakukan bertasbih memuji keagungan Allah SWT dan bekerja sesuai dengan tata aturan Sunnatullah tanpa sedikitpun mengingkarinya. Lebih dari itu, sosok makhluk baru nantinya dijadikan Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi yang kedudukannya jauh lebih terhormat di atas makhluk-makhluk ciptaan Allah SWT yang telah diciptakanNya.

Situasional ini termaktub dalam kalam Ilahi kitab suci Al Qur’an yang diyakini sebagai kitab rahmatan lil alamin dalam surat Al Baqarah 30 yakni ;

Ingatlah tatkala Allah berfirman kepada para Malaikat ; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan sosok makhluk sebagai khalifah di muka bumi”. Malaikat bertanya ; “Mengapa Engkau hendak menjadikan makhluk itu di bumi padahal nantinya makhluk itu gemar berbuat kerusakan dan tindakan kriminal yang melanggar aturan hukum dari Mu, padahal kami Kau jadikan senantiasa menjalankan perintah Mu tanpa berani mengingkari hukum Mu dengan selalu memuji Engkau dan mensucikan Engkau ?” Allah menjawab: “Aku Maha Mengatahui apa saja yang tidak kamu ketahui”.

Substansi dari pemaknaan firman tersebut jika dikaji lebih lanjut bahwa seluruh makhluk yang telah diciptakanNya belumlah makhluk yang paripurna. Makhluk yang diberi julukan Manusia dengan pemberian sebutan nama Adam dalam surat Al Baqarah ayat 31-34 memiliki kesempurnaan lahiriah dan bathiniah dari makhluk lainnya..

Allah mengajarkan kepada Adam (panggilan makhluk baru itu) tentang sejumlah jenis ciptaanNya, lalu Allah (ajarkan pula kepada Malaikat tentang hal yang sama) dengan berfirman kepada Malaikat : “coba kamu sebutkan atas apa yang telah Aku ajarkan kepadamu jika kamu memang lebih baik darinya”. (QS..2.31) Lalu Malaikat menjawab ; “Maha Suci Engkau, kami tidak tahu selain yang kami ketahui, hanya Engkau Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS.2.32) Allah Berfirman : “Adam, ajarkan mereka atas seluruh nama ciptaan Ku agar mereka menyadari kelebihanmu. Lalu Adam menjelaskan kepada mereka hingga mereka tertegun. Allah kembali berfirman : “Sekarang kalian sudah tahu atas kelebihan Adam sebagaimana yang Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi serta apa saja yang kamu lakukan dan sembunyikan.(QS.2.33) Tatkala pula Allah perintahkan para Malaikat bersujud kepada Adam, para Malaikat pun bersujud kecuali makhluk Iblis dengan sikap enggan dan sombong bahwa ia golongan orang yang kafir.(QS.2.34).

Dalam konteks ini penulis batasi ada substansi lain dari rasionalisasi tafsir sosial mendeskripsikan bahwa memuliakan pemimpin dengan mematuhinya dan mengakui keunggulannya adalah perintah Allah. Tulisan ini tidak mendiskusikan tentang asal muasal makhluk Manusia melalui Adam sebagai simbolistik makhluk di muka bumi, tetapi menilik aspek kepemimpinan bahwa Allah mengajarkan kepada makhluk ciptaanNya (tanpa terkecuali) mematuhi pimpinan (khalifah).
Perintah Allah SWT kepada makhluk selain manusia Adam cukup jelas bahwa kelebihan manusia dengan segala bentuk jasmaniah dan rohaniah dapat mengungguli makhluk lain terhadap apa saja bentuk fenomena ciptaan Allah yang telah diajarkan kepada seluruh makhlukNya. Sebagai makhluk unggulan, Adam dengan kelebihannya mampu mengajarkan nama-nama benda ciptaan Allah kepada makhluk yang ada pada waktu itu. Atas keunggulannya pula, Adam yang didaulat Allah sebagai pemimpin di muka bumi (khalifah fil alrd) turut pula dimuliakan Allah dengan memerintahkan para Malaikat untuk bersujud sebagai wujud penghormatan atas ketinggian derajat Adam.
Ayat tersebut juga menjadi illustrasi sosial bahwa di muka bumi juga terjadi adanya sekumpulan manusia yang tidak mengakui keunggulan orang lain. Bentuk ketidak akuan atas kelebihan orang lain menjadi pemimpinnya yakni tidak menghormati segala bentuk perintah atau keputusan pimpinan dengan sikap perlawanan dan kesombongan. Hal ini bila dikaitkan dengan firman Allah di atas merupakan peristiwa ulang yang pernah terjadi tatkala Iblis tidak mengakui segala kelebihan manusia Adam atas dirinya. Iblis dengan enggan dan kesombongannya tetap bersikukuh bahwa dirinya jauh lebih unggul daripada Adam. Islam mengajarkan tata cara mematuhi pemimpin atas segala keunggulan yang dimilikinya. Seorang yang dinobatkan sebagai pimpinan tentu mereka yang dinilai memiliki keunggulan sekalipun relatifitas tetap ada sebagai wujud keterbatasan manusia itu sendiri. Tetapi ajaran Islam tetap mengajarkan etika menghormati kelebihan orang lain sebagai pemimpin kita.

“Duhai kaum yang beriman, ta’atilah Allah, Rasul(Nya) dan pemimpin di antara golongan kamu. Jika kamu berselisih paham dalam memandang suatu persoalan, maka coba rujuk firman Allah (Al Qur’an) dan sabda Rasul (Sunnahnya). (QS.4.58).

Sekilas himbauan ayat tersebut cukup jelas bahwa kita diperintahkan agar mentaati pemimpin. Ayat ini pula memberikan solusi jika dalam proses kepemimpinan terjadi perbedaan persepsi, maka kita harus merujuk ketentuan yang digariskan Allah dalam Al Qur’an dan Sunnah Rasul (ajaran Islam).

“Duhai kaum beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara utuh (paripurna), dan janganlah perturuti perilaku Syaitan. Sebab Syaitan itu musuh yang nyata.(QS.2.208)

Tetapi yang menjadikan pertanyaan adalah, bagaimana jika perselisihan itu mengalami jalan buntu (deadlock) padahal Al Qur’an telah memberikan solusinya dengan mengembalikannya kepada Allah dan Rasul(Nya) ? Kepada siapa figur alternatif yang harus dijumpai untuk mencairkan perselisihan itu ? Islam sebagai agama rahmatan lil alamin berisikan kesempurnaan ajaran tentang seluruh pranata sosial. Islam juga mengajarkan bahwa peranan ulama sebagai penerus Nabi dalam menjabarkan ajaran Islam dalam utuh (kaffah) cukup strategis. Figur ulama tidak boleh kita tinggalkan tatkala ditemukan jalan buntu dalam mencairkan perselisihan. Sebab Islam telah mengajarkan dalam Al Qur’an adanya sekelompok manusia pilihan (selain Rasul) yang bisa menjadi mediator memecahkan perselisihan di antara manusia.

“Di antara manusia, ada orang yang selalu menyerahkan dirinya mencari keridhaan Allah (ulama), dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.(QS.2.207)

Islam juga mengajarkan bahwa segala sesuatu jika kita terbentur mencari solusi harus menanyakan kepada ahlinya (fas ahlul dzikri in kuntum la ta’lamuun). Para ahli itu adalah pemimpin di antara golongannya yang menguasai akar persoalan yang lebih unggul di antara golongannya. Keahlian seseorang dinilai dari kemampuan atau keunggulannya melakukan olah fikir yang konstruktif serta ketepatan dan kecermatan dalam bertindak. Bagi yang berselisih harus pula berjiwa besar ketika menerima petunjuk yang diberikan tanpa mencampur adukkan antara yang hak (substansial) dengan yang bathil (insubstansial).

“Janganlah kamu mencampur adukkan yang Hak dengan yang Bathil, dan jangan pula kamu sembunyikan yang Hak itu, padahal kamu sendiri mengetahuinya. (QS.2.42).

“Jika kamu menyimpang sesudah ditunjukkan solusi bukti kebenaran kepadamu, maka sadarlah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.2.209).

Penutup
Mediasi lain juga bisa dijadikan tempat mencairkan perselisihan. Kita juga mengenal lembaga-lembaga tertentu sebagai mediasi membantu setiap persoalan di dalam proses kepemimpinan. Tetapi dalam Islam sesungguhnya telah jelas bahwa aturan kita mentaati dan menghormati pemimpin adalah perintah tegas oleh Allah yang ditujukan kepada makhluknya. Sekalipun dalam prakteknya telah ditemukan adanya bentuk sikap tidak menghormati pemimpin sebagaimana halnya deskripsi Al Qur’an atas sikap Iblis terhadap Adam, tetapi Islam telah pula memberikan jawaban tentang solusinya (problem solved).



*Penulis adalah Mantan Kasatlantas Poltabes MS, Alumni UMA dan USU serta dosen Universitas Medan Area.