Kamis, 17 April 2008

Menata Medan Kota Peradaban


Menata Medan Kota Peradaban
Kompol Drs Safwan Khayat M.Hum



Sesungguhnya ada 2 (dua) segmentasi yang menjadi titik fokus dalam tulisan ini yaitu; pertama, mendeskripsikan kota Medan yang pertumbuhannya cukup pesat khususnya pada sektor perekonomian sektor sekunder (industri) dan tersier (jasa). Tidak sampai disini saja, kota Medan juga produktif merias wajahnya dengan tatanan kehidupan penduduknya yang dinamis, toleran dan religius. Maka tidak heran bila dalam peristiwa tertentu, kota ini tampil bagaikan kota biru yang selalu mengkumandangkan alunan irama “zikir” yang bernafas budaya, agama dan kebangsaan. Walau didiami oleh kemajemukan penduduknya, kota Medan yang tumbuh sebagai kota Metropolis tetap menjaga nuansa keberTuhanan dari masing-masing pemeluknya. Sungguh sebuah tampilan kota yang representatif di masa kepemimpinan Walikota Medan Drs.H.Abdillah Ak.MBA dan Wakilnya Drs.H. Ramli Lubis. MM.
Kedua, menggagas pertumbuhan kota dengan menata kota Medan yang tertib, religius dan beradab. Untuk pembahasan ini memfokuskan tentang konsep dan arah pembangunan kota Medan yang lebih santun dengan memperhatikan aspek kepentingan kemanusiaan.

Sekilas Tentang Kota
Pada umumnya kota diartikan sebagai suatu permukaan wilayah pemusatan (konsentrasi) penduduk dengan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi pemerintahan. Secara lebih rinci deskripsi tentang kota meliputi lahan geografis utamanya untuk permukiman; berpenduduk dalam jumlah relatif banyak (besar); diatas lahan yang relatif terbatas luasnya; mata pencaharian penduduk di dominasi oleh kegiatan non-pertanian; sebagian besar merupakan kegiatan bergerak pada sektor jasa atau tersier (perdagangan, transportasi, keuangan, perbankan, pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya), serta pola hubungannya antar individu dalam masyarakat dapat dikatakan lebih bersifat rasional, ekonomis dan individualistis.
Berbagai pakar sosiologi cukup banyak menguraikan analisis teoritik tentang defenisi kota. Grunfeld seorang pakar sosiolog berkebangsaan Belanda menggambarkan bahwa kota adalah suatu permukiman dengan jumlah kepadatan penduduk yang lebih besar, memiliki struktur mata pencaharian non-agraris dan tata guna tanah yang beraneka ragam serta ditemukan lokasi gedung yang berdiri tinggi dengan letak yang berdekatan.
JH.De Goode seorang ahli sosiolog perkotaan juga tidak jauh beda mendeskripsikan tentang kota. Analisis yang paling dominan ia uraikan mendeskripsikan ciri khas kota yaitu ; a) sektor sekunder (industri) dan tersier (jasa) dalam praktek ekonomi lebih dominan dan berperan besar, b) jumlah kepadatan penduduk relatif lebih besar, dan c) susunan populasi penduduk lebih heterogen.
Banyak sekali defenisi tentang kota yang dituliskan para pakar, tetapi konsep umum yang menjadi “kesepakatan” bahwa kota memiliki indikator tentang wilayah permukiman, tata ruang tanah, kepadatan populasi penduduk, perdagangan, lalu lintas dan transportasi, jasa keuangan dan perbankan, pendidikan, kesehatan, ekonomi industri, ekonomi non-agraris, telekomunikasi dan pola hubungan warga yang bersifat rasionalis, ekonomis dan individualistis.
Temuan Louis Wirth dalam penelitian catatan lapangannya (field notes) menjelaskan tentang kota ditemukan ;
Pertama, banyaknya relasi kota menyebabkan tidak memungkinkan terjadinya kontak-kontak yang lengkap di antara individu-individu. Di dalam masyarakat yang besar terjadi segmentasi hubungan-hubungan di antara manusia. Kalau jumlah relasi terlalu besar, maka orang hanya saling mengenal dalam satu peranannya saja; misalnya di antara pelayan toko dan pembeli, atau supir taksi dan penumpangnya, mereka tanpa perlu mengetahui sesuatu tentang keadaan keluarga masing-masing, atau pandangan hidup masing-masing pihak yang berhubungan itu.
Kedua, orang kota harus melindungi dirinya sendiri agar tidak terlalu banyak berhubungan yang bersifat pribadi dengan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi terhadap waktu dan tenaga yang ada padanya. Ia juga harus menjaga diri terhadap potensi-potensi yang merugikan atau membahayakan dirinya pribadi dan keluarga, maupun kebudayaanya.
Ketiga, kebanyakan hubungan orang-orang kota digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu saja.
Keempat, orang kota memiliki sikap emansipasi atau kebebasan untuk menghindari dari pengawasan oleh kelompok kecil atas keinginan dan emosinya. Keadaan ini mengandung bahaya timbulnya semacam situasi anomi (keadaan yang kurang harmonis atau renggang dengan norma-norma yang dianut masyarakat).
Uraian ini bagi kota Medan cukup melekat dengan deskripsi tentang wajah perkotaan. Secara geografis kota Medan yang berada pada posisi 30 30’ – 30 43’ lintang utara dan 980 35’ – 980 44’ bujur timur berdasarkan sensus terakhir tahun 2005 mencapai ± 2.036.018 jiwa dengan kemajemukan budaya penduduknya seperti suku Melayu, Jawa, Batak, Mandailing, Tionghoa, Minang dan suku/etnis lainnya. Kondisi permukaan tanah cendrung miring ke utara yang tepatnya berada ketinggian 2,5 – 37,5 M di atas permukaan laut. Jumlah luas kota ini ± 265,10 km2 terdiri dari 151 kelurahan yang seluruhnya berada di wilayah 21 kecamatan yakni Tuntungan, Johor, Amplas, Denai, Area, Kota, Maimun, Polonia, Baru, Selayang, Sunggal, Helvetia, Petisah, Barat, Timur, Perjuangan, Tembung, Deli, Labuhan, Marelan dan Belawan. Menariknya lagi, kota ini juga dikelilingi 8 sungai yang melintasi kota yaitu Sungai Belawan, Sungai Badra, Sungai Sikambing, Sungai Pulih, Sungai Babura, Sungai Deli, Sungai Sulang-Saling dan Sungai Kera.
Pertumbuhan ekonomi kota Medan terbilang pesat, cukup banyak ditemukan berbagai gedung kokoh sebagai pusat bisnis, perkantoran, pendidikan, hiburan dan perhotelan (lihat Safwan Khayat, Tembakau Citra Popularitas Kota Medan di Mata Dunia, Harian Analisa, Medan, Rabu 26 Maret 2008, hal 28 & 32). Kebijakan pemerintah kota dalam mendorong tumbuhnya sektor kegiatan usaha mikro dan makro menstimulasi sejumlah kalangan investor untuk menanamkan permodalannya. Hal ini membuka peluang dunia usaha disamping tetap mempertahankan karakteristik kota Medan sebagai kota sejarah dan kebudayaan.
Pemerataan pembangunan tidak saja di seputar inti kota, tetapi juga telah merambah ke area lingkar luar inti kota yang dalam proses dinamika masyarakatnya telah bersentuhan langsung dengan masyarakat tetangga di luar kota Medan. Kondisi ini turut mendorong pemerintah kota memperbaiki infrastruktur yang ada dengan membuka seluruh jaringan akses yang dimiliki guna memudahkan penyebaran visi pembangunan khususnya dalam menambah dan meningkatkan taraf hidup warga. Berbagai bentuk kemudahan fasilitas, pelayanan administrasi pemerintahan dan bentuk-bentuk bantuan pemeerintah kota kepada warga dinilai positif sekalipun masih membutuhkan perbaikan kinerja yang lebih proporsional dan profesional.
Dengan jumlah kepadatan penduduk lebih dari 2 juta jiwa, pemerintah kota bersama unsur Muspida dan seluruh elemen warga kota mampu bekerjasama dan sama-sama bekerja menjaga dan mempertahankan kehidupan kota yang visionis, produktif dan agamais. Pemerintah kota Medan mampu merajut image terhadap warga kota dengan memberikan dorongan dan suggesti bahwa kota tidak akan mampu bergerak maju bila tidak dibangun kerangka bangunan yang silang dan saling bekerjasama. Kondisi menciptakan kepedulian yang seimbang sehingga memudahkan bagi pemerintah kota untuk menggerakkan potensi kota guna mewujudkan kehidupan perkotaan yang lebih sejahtera.
Disadari pula, gebrakan pembangunan pemerintah kota juga diperlukan beragam solusi pemikiran dan kinerja yang harus diperbaiki. Keadaan ini wajar untuk dicetuskan mengingat detik perdetik pertumbuhan kota yang kini telah menjadi kota Metropolis memerlukan perbaikan penataan yang lebih signifikan. Penataan kota tidak saja menata gerakan pembangunan fisik saja, tetapi jauh lebih terpenting dengan melakukan perbaikan sudut pandang dengan membuka cakrawala dialog melalui pendekatan perspektif kemanusiaan, budaya, politik, sosial-ekonomi, sejarah, idiologi pembangunan dan cita-cita kolektif warga. Ruang dialog ini harus lebih subur dan produktif antara pemerintah kota dengan warga kota khususnya hal-hal yang berkaitan dengan dinamika masalah perkotaan. Intensitas dialog juga dapat merajut keakraban, keserasian, jiwa besar, pemikiran holistik dan jernih dan sikap tanggungjawab. Lebih dari itu, intensitas dialog mempersempit gerak provokasi pihak ketiga dalam memecah belah keharmonisan pemerintah kota dengan warga sehingga menjauhi ruang konflik sosial.

Masalah Kota
Bila diindentifikasi permasalahan perkotaan yang krusial antara lain ; lahan pekerjaan dan kemiskinan, tata ruang tanah dan permukiman, jumlah kepadatan penduduk, kesehatan dan pendidikan. Tetapi yang tidak kalah pentingnya lagi, kota juga memiliki masalah yang teramat sulit dipecahkan yakni persoalan transportasi dan lalu lintas yang setiap hitungan detik pula terus berubah-ubah. Bertambahnya volume kendaraan tidak diimbangi dengan kondisi badan jalan yang terus menyempit sehingga tetap saja memiliki dampak sosial bagi kelancaran arus lalu lintas. Penyempitan badan jalan juga terasa tatkala tata aturan perpakiran yang kurang memperhatikan keadaan lapangan; parkir sembarangan; menurunkan dan menaikkan penumpang bukan tempatnya serta pemanfaatan badan jalan dan lahan trotoar yang terpakai untuk berdagang semakin melengkapi kesemrawutan lalu lintas kota. Akumulasi masalah kota inilah yang paling sering muncul bagi wajah perkotaan khususnya kota Medan.
Ada beberapa yang menjadi gagasan dalam tulisan ini sebagai bahan diskusi dalam menata kota ini menuju kota yang lebih manusiawi sehingga bernilai kekuatan peradaban yakni ;
Pertama, mengembangkan ruang akademik yang membawa warga secara psikososial membuka diri untuk berdialog dan bersosialisasi terbuka tanpa prasangka negatif. Ruang ini mewujudkan budaya tradisional bangsa kita yang penuh ramah tamah dengan sandaran etika demokrasi, budaya santun, saling menghargai dan merajut ketulusan guna membentuk kualitas fisik arsitektur kota yang menarik, tertib, religius dan beradab.
Kedua, memanfaatkan lahan tidur (kosong) inti kota dengan melakukan revitalisasi menjadi ruang terbuka (open space) sehingga berfungsi sebagai paru-paru kota, objek wisata inti kota dan sekaligus tempat aktifitas warga. Ruang kota menjadi lebih hidup, segar dan alami dengan kombinasi pembangunan fisik yang selaras dengan pembentukan karakteristik kegiatan warga yang manusiawi dan bermartabat. Tata ruang kota jangan terlalu mementingkan aspek pembangunan fisik kota saja, tetapi juga pula memperhatikan aspek pembangunan mentalitas kemanusiaan.
Ketiga, memanfaatkan trotoar hanya untuk pejalan kaki. Trotoar selama ini hanya dianggap sebagai acesories pelengkap jalan raya bagi kenderaan bermotor. Fokus pembangunan kota masih kurang memperhatikan kepentingan manusiawi bagi kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki. Hampir tidak ada perencanaan dan perhitungan yang matang tentang pemanfaatan ruang trotoar ini. Semakin padatnya jumlah kenderaan bermotor tidak lagi menyisakan kepentingan jalur pejalan kaki dan jalur hijau. Pembangunan sarana jalan lebih banyak berpihak pada kepentingan kenderaan bermotor, padahal kota dapat menjadi hidup bila pembangunan harus berlandasan tolak ukur kemanusiaan. Perlu kita pertimbangkan secara serius bahwa sarana jalan untuk pejalan kaki adalah juga memperhatikan dan menghormati sisi kemanusiaan bagi pejalan kaki (yang tidak menggunakan atau memiliki kendaraan bermotor). Bila perlu, pemerintah kota membuat perdanya dengan membuat sanksi hukum yang tegas bagi siapa saja yang menggunakan trotoar yang tidak sesuai peruntukkannya. Atas dasar ini pula, pihak terkait dapat mengambil sikap agar pejalan kaki yang menggunakan trotoar tercipta rasa aman secara fisik yakni dapat berjalan dengan tenang tanpa merasa terganggu, dan rasa aman secara psikologis yakni tidak merasa khawatir atau takut karena telah difasilitasi oleh sarana penerang lampu (bila berjalan di malam hari) dan teduh bila di siang hari. Hal ini perlu diperhatikan kondisi trotoar bebas dari pedagang kaki lima dan sarana fisik umum yang dibangun diatas trotoar.
Keempat, menertibkan pedagang musiman dan pedagang kaki lima dengan membuka fasilitas infrastruktur yang mendukung dan layak buat mereka menjalankan usahanya. Biasanya pula para pedagang kecil ini sering memfungsikan fasilitas umum untuk kepentingan usahanya. Perilaku pedagang ini bukan saja mengganggu kenyamana pejalan kaki dan kenderaan bermotor, tetapi juga berdampak luas terjadinya kerawanan dan kemacetan lalu lintas jalan raya. Ruang sirkulasi pejalan kaki dan kenderaan bermotor menjadi menyempit bahkan bagi pedagang tertentu justru meninggalkan ruang kota menjadi tidak indah, kumuh dan berbau. Penertiban ini juga harus tegas dengan dasar keputusan tindakan yang lebih melihat aspek kepentingan manusiawi secara komprehensif.
Kelima, membuka jalan lingkar kota Medan guna mengantisipasi kesemrawutan jalan akibat pertumbuhan volume kendaraan yang tidak sebanding dengan panjang jalan. Jalan lingkar kota dapat mengurangi jumlah kenderaan yang bertonase besar seperti bus, truck yang hanya melintasi kota sekedar numpang lewat saja. Melintasnya kendaraan bertonase besar di dalam kota sangat mengganggu kelancaran aktifitas warga dalam berkendaraan dan membuat pengemudi menjadi stress, sesak nafas, memerihkan mata dan mengeluarkan suara gaduh.
Keenam, menjaga dan melestarikan arsitektur bangunan yang bernilai budaya dan sejarah. Walau terpacu dengan dengan gaya pembangunan fisik modrenitas, karya seni bangunan budaya dan bersejarah diharapkan tetap terjaga agar keutuhan fisik tetap terwarisi bagi generasi mendatang. Selain itu, pelestarian ini juga menjadi bagian dari situs sejarah yang tidak bisa kita abaikan, apalagi bagi bangunan yang ada telah memiliki usia puluhan dan ratusan tahun. Sekalipun termakan umur yang cukup renta dengan kondisi bangunan yang sedikit mengkhawatirkan daya tahannya, renovasi bangunan yang dilakukan hendaknya tetap mengikuti bentuk aslinya sekalipun komponen materialnya telah diremajakan. Bagi kawasan atau bangunan lama yang kurang tidak termanfaatkan dapat diupayakan melalui revitalisasi dan rekonstruksi fisik dengan pengalihfungsian yang strategis guna mendukung pertumbuhan budaya, sosial dan ekonomi kota. Mungkin kita bisa meniru Singapura melakukan pelestarian kawasan dan bangunan lama dengan pola modrenisasi kota sehingga mendatangkan kegiatan dan keuntungan sektor pariwisata.
Sekedar berilustrasi, mewujudkan kecantikan diri bukan sekedar merias atau memoles wajah dengan sejumlah alat kosmetik yang serba lengkap, mahal dan import. Kecantikan abadi adalah merias wajah hati yang tumbuh dari dalam dengan membuka diri berkomunikasi, berjiwa besar, berfikiran jernih, menjauhi prasangka, gemar menghargai dan tulus berteman. Begitu pula merias kota ini tidak cukup dengan tampilan lahiriah dengan membangun seluruh sarana fisik, tetapi membangun sara fisikis dengan berdialog secara intesif agar kita dapat lebih serius menata Medan kota peradaban. Amiin yaa rabbal alamin..!!

Selasa, 15 April 2008

Tuhan pun Menyuruh Memilih


Tuhan pun Menyuruh Memilih !!
(Pendekatan Paradigma Al Qur’an Tentang Pilkada)
Kompol Drs Safwan Khayat M.Hum


Katakanlah ; Akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang melakukan perbuatan yang sia-sia
dalam kehidupan ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka
telah berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al Kahfi 103-104)


Sebelumnya penulis mengajak kita semua untuk membuka ruang diskusi ke arah yang lebih substantif bahwa manusia diutus di muka bumi di daulat menjadi pemimpin (khalifah). Al Qur’an (baca Al Baqarah 30-39) menerangkan bahwa kepemimpinan manusia di muka bumi melalui simbolistik figuritas Nabi Adam memiliki psikososial yang paling tepat dalam mengemban amanat kepemimpinan. Diciptakannya gunung, laut, sungai, pohon dan seluruh isi alam jagat raya ini guna mengatur irama sujud melalui manajerial kepemiminan tidak mampu diembannya dengan sempurna. Dijadikannya hewan dan makhluk bangsa Jin dalam mengatur lintasan dinamika waktu yang telah dibentangkan Tuhan, ternyata manusia jauh lebih berkemampuan untuk menjalankan tugas kekhalifahan di muka bumi. Dasar ini pula menjadi deskripsi sosial bahwa setiap pemimpin (khalifah) ada yang memilih dan ada pula yang dipilih agar tercipta suatu keteraturan dalam menjalankan sistem kepemimpinan.
Di dalam sistem kepemimpinan tentulah dibangun suatu struktur organisasi atau pemerintahan yang biasanya dipimpin oleh seorang pimpinan atau kepala. Agar tidak keluar meluas dari target diskusi kita, konteks tulisan ini hanya menyentuh substansi manusia agar tidak sia-sia dalam menjalankan amanat-Nya bahwa Tuhan pun menyuruh memilih seorang pemimpin. Tentu saja tulisan ini mencari korelasi atas sebuah agenda politik terhadap pemilihan pimpinan pemerintahan (Kepala Daerah/Wakil) yang saat ini sedang berjalan di beberapa daerah, khususnya Sumatera Utara.
Di awal tulisan ini, penulis sengaja menampilkan Kalam Ilahi yang menjelaskan bahwa perilaku merugi adalah perbuatan yang sia-sia yang pernah dilakukan dalam kehidupan sosial. Bahkan yang lebih meruginya lagi, seseorang merasakan perbuatannya telah bertindak benar, padahal perbuatannya justru membohongi diri, keluarga dan orang lain. Bisa jadi dirinya berbuat pada kepentingan yang semu tidak menyentuh kemaslahatan, kebenaran dan keadilan. Sebagai warga apakah kita sia-siakan kesempatan dan potensi diri untuk melepaskan keadaan yang sepatutnya kita sendiri yang menentukan (berhak) ? Sebagai pemimpin adakah telah kita perbuat sebuah kebijakan dan peraturan yang tidak menyiakan rakyat ? Sebagai calon pemimpin mendatang betulkah niat diri memimpin daerahnya hanya bukan karena perilaku yang sia-sia saja ?
Bayangkan, berapa banyak waktu, fikiran, harta dan tenaga yang dikeluarkan untuk meraih jabatan pimpinan bila hanya untuk perbuatan yang sia-sia ? Berapa lagi keseluruhan yang telah dikeluarkan tadi harus tergantikan demi menjaga perbuatan sia-sia tersebut ? Sungguh suatu kenistaan bila ditemukan kesia-siaan perilaku itu menjadi “terlembaga” bila kita tidak menyadari, sementara mereka merasa perbuatannya itu benar.
Dalam Surat Al Ashr ayat 1-3 Allah SWT bersumpah ;
“Demi Masa. Sesungguhnya semua manusia tetap berada dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan selalu melakukan perbuatan yang tidak sia-sia lagi baik, selalu memberikan saran (nasehat) yang konstruktif (benar-membangun), dan selalu pula memberikan saran (nasehat) yang bernafas keagamaan (kesabaran)”

Sumpah Allah SWT ini adalah Sumpah Yang Maha Paling Benar, suatu sumpah di atas sumpah yang tidak ada lagi tertinggi selain Sumpah yang disampaikan melalui pesan ayat tersebut. Jaminan yang Allah berikan dari tafsir ayat di atas terkandung 3 (tiga) makna penting bahwa manusia yang beruntung di sisi Allah adalah; 1) melakukan perbuatan yang tidak sia-sia (diri, keluarga dan orang lain), 2) selalu memberikan saran yang konstruktif, dan 3) selalu memberikan saran yang bernafas keagamaan.

Islam Harus Memilih
Mungkin sebagian orang menilai, tidak menyalurkan pilihan terhadap salah satu kandidat adalah juga bagian dari sikap pilihan politiknya. Walaupun sebagian lain tetap bertahan bahwa memilih dengan tidak memilih adalah dualisme sikap diri yang ambiguitas (berlawanan) yang nilainya pasti berbeda. Sebagai umat Islam yang meyakini bahwa Al Qur’an sebagai pedoman hidup (way of life) yang berisikan firman Tuhan dengan penuh kebenaran, maka sepatutnyalah kita harus meneladaninya sebagai doktrin perintah Allah SWT.
Dasar pertama mengapa umat Islam harus memilih adalah rujukan Surat Al Baqarah ayat 30 yaitu :
“Sesungguhnya Aku menjadikan umat manusia (Islam) sebagai seorang pemimpin (khalifah) di muka bumi”.

Rujukan ayat ini menjadi dasar bagi umat manusia (khususnya Islam) dijadikan sebagai pemimpin dan harus tampil sebagai pemimpin. Terkait dengan diskusi kita yang telah penulis batasi, konteks tulisan ini menelaah paradigma Al Qur’an tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bahwa Tuhan pun menyuruh umat Islam untuk menentukan pilihannya.
Paradigma Al Qur’an mendeskripsikan bahwa umat Islam harus menentukan sikap politiknya dalam menyampaikan amanat kepemimpinan kepada seseorang. Allah melalui Al Qur’an menyuruh umat Islam agar segera menyampaikan amanatnya (memilih pemimpin) kepada orang yang berhak menerima amanat itu.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu (umat Islam) menyampaikan amanat (sikap politik) kepada figur yang berhak menerimanya (calon pimpinan), dan tetapkanlah pilihan mu itu dengan ketetapan hukum yang adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An Nisaa’ 58).

Perintah Tuhan menyuruh umat Islam untuk memilih adalah perintah yang tidak bisa ditawar lagi. Bagi siapa saja yang mengekang atau meniadakan perintah Allah sebagaimana yang kita yakini sama halnya kita telah mengingkari-Nya.
Dalam ayat lain Allah juga menyerukan kepada kita agar mempersiapkan diri untuk tampil mengarungi bahtera perpolitikan guna mempertahankan eksistensi dan marwah Islam khususnya memimpin pemerintahan.
“Duhai orang yang beriman, bersiap siagalah selalu kamu dalam setiap waktu, dan majulah ke pentas pertarungan (raih kepemimpinan) dengan kekuatan yang berkelompok atau majulah bersama-sama. Sesungguhnya di antara kamu ada orang yang keberatan untuk mendukung perjuangan mu. Jika kamu mengalami kekalahan (musibah) mereka berkata : Tuhan berada dipihak ku, karena aku tidak ikut mendukung mu. (QS. An Nisaa’ 71-72).

Fenomena ayat ini telah pula menjadi tampilan sosial bahwa tetap saja sikap politik dalam memilih atau tidak memilih menjadi diskursus sosial. Tetapi sebagai komunitas Islam yang meyakini Al Qur’an bahwa Tuhan pun menyuruh memilih selalu terjaga jika perilaku politik tetap dalam kerangka (framework) perbuatan tidak sia-sia secara komprehensif dan selalu berpegang teguh pada jalan Allah dengan memberikan saran (nasehat) yang konstruktif dan saran (nasehat) yang bernafas keagamaan. (QS.Al Ashr 1-3).
Jika kita tidak menentukan sikap pilihan kepada seorang kandidat, sekalipun telah terjadi keraguan, kegalauan dan mungkin kekhawatiran atas calon pilihan kita, penulis berkeyakinan bahwa hak-hak kita sebagaimana yang perintah Allah dalam surat An Nisaa’ 58 telah sia-sia. Lantas bagaimana sikap kita dalam memilih jika tidak sia-sia dalam menentukan hak tersebut, Al Qur’an mengajarkan kepada kita pilihlah yang Amanah dan Adil. Amanah dan adil yang dimaksud adalah amanah dan adil dalam bertindak, melahirkan keputusan dan berbicara.
“Dan janganlah sekalipun kebencianmu terhadap suatu kelompok yang akhirnya mendorong kamu untuk tidak berlaku adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan Taqwa” (QS. Al Maaidah 8).

Penutup
Pilkada sebagai sebuah fenomenum telah banyak menghabiskan energi cukup besar. Bukan saja energi material yang kelihatan dalam setiap peristiwa politik, tetapi juga telah mengeluarkan energi kemanusiaan yang sesungguhnya telah dimaktub di dalam Al Qur’an. Pilkada mampu menembus kekuatan demokrasi yang didambakan manusia, tetapi Pilkada juga mampu meluluhlantakkan bangunan ukhuwah sosial. Oleh karenanya, hasil Pilkada dalam paradigma Al Qur’an hendaklah dipatuhi sebagaimana perintah Allah dalam surat An Nisaa’ 59 ;
“Hai orang yang beriman, taatilah Allah, Rasul(Nya) dan pemimpin di antara kamu. Jika kamu berselisih pendapat (visi) tentang sesuatu (konsep/arah kebijakan pembangunan daerah), maka cobalah rujuk Al Qur’an (Allah) dan Sunnah (Rasul). Jika kamu meyakini agama mu (beriman), sikap seperti itu lebih baik manfaat dan akibatnya”

Artifisialis dari paradigma ayat ini mengajarkan sebuah pesan bahwa ajaran Islam menghargai perbedaan, menjauhi permusuhan yang menjurus kerusuhan sosial dan menjunjung tinggi emosi rasionalitas dengan merujuk dasar-dasar keagamaan manusia yang meyakini mengambil manfaat daripada akibat. Mudah-mudahan Pilkada di Sumatera Utara berjalan dengan santun, tertib, religius dan beradab. Semoga...!!

PENULIS


Kompol Drs Safwan Khayat M.Hum*
* Penulis mantan Kasatlantas Poltabes MS dan sekarang Wakapolresta Pematang Siantar

Kamis, 10 April 2008

Tembakau Citra Popilaritas Kota Medan di Mata Dunia

Kompol Drs.Safwan Khayat M.Hum

Tembakau” Citra Popularitas Kota Medan di Mata Dunia "

Tidaklah terlalu berlebihan bila penulis katakan bahwa kota Medan yang dulunya disebut Deli telah melangkah jauh menapaki ruang perubahan menuju peradaban kota yang modern, religius dan madani. Tulisan ini setidaknya mengajak warga kota Medan membuka ruang diskusi atas fenomena yang terjadi di kota bersejarah ini bahwa daerah ini pernah menjadi buah bibir populasi dunia karena kualitas cita rasa tembakaunya. Artinya, kualitas tembakau yang berhasil menembus pasar perdagangan dunia merupakan citra popularitas kota ini di belahan dunia.
Seiring guliran perputaran waktu melalui derap perputaran roda pembangunan, kota Medan yang dulunya masih dikelilingi kawasan perkebunan tembakau, kini telah merubah tatanan wajahnya seperti kota yang tidak pernah “tidur” dari pembangunan. Sekalipun tulisan ini sedikit bernostalgia atas kebesaran Tanah Deli yang pernah merajai pedagangan tembakau di mata dunia, tetapi kita harus menyadari bahwa kota kita ini harus tetap dijaga popularitasnya.

Asal-Usul Medan & Tembakaunya
Secara geografis kota Medan berada pada posisi 3° 30’- 3° 43’ lintang utara dan 98° 35’- 98° 44; bujur timur dengan permukaan tanah cendrung miring ke utara dan tepatnya berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 m di atas permukaan laut. Luas kota Medan yang berjumlah ± 265,10 km2 berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, sedangkan di sebelah barat, selatan dan timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Jumlah populasi penduduk kota Medan pada sensus terakhir tahun 2005 saat ini mencapai ± 2.036.018 jiwa yang di dominasi beberapa suku seperti Melayu, Jawa, Batak, Mandailing, Tionghoa, Minang dan suku lainnya.
Secara histories, sekitar tahun 1918 tercatat penduduk yang menghuni kota Medan 43.826 jiwa dengan klasifikasi jumlah 35.009 orang berketurunan Indonesia, 8.269 orang keturunan Tionghoa, 409 orang bangsa Eropa dan 139 lainnya berasal dari ras Timur lainnya. Bermula dari sebuah perkampungan yang disinggung dalam literatur sejarah bernama Kampung Medan Putri, kota ini didirikan oleh Guru Patimpus seorang putra Karo bermarga Sembiring Pelawi sekitar tahun 1950-an. Guru Patimpus adalah seorang tabib yang tersohor memiliki kepandaian menyembuhkan segala macam penyakit. Sebagai seorang tabib, beliau sering dimohonkan bantuannya menyembuhkan berbagai jenis penyakit yang di derita seseorang. Ketinggian ilmunya khusus dalam hal pengobatan justru membuat dirinya tetap merendahkan diri terus menolong orang lain. Kebiasaan beliau hampir setiap hari berjalan dengan membawa bekal obat-obatan dimasukkan ke dalam kain diselempangkan di badan.
Sekitar tahun 1860-an ketika Kampung Medan masih dalam jajahan Belanda, Kampung Medan dahulunya masih bernama Deli atau sering disebut Tanah Deli. Lokasi Kampung Medan tepat berada di antara dua pertemuan Sungai Deli dengan Sungai Babura.
Para pakar dan ahli sejarah di beberapa literature berkaitan dengan Historical of Medan City beragam menjelaskan tentang asal-usul kota Medan. Darwin Prinst SH ; 2002 dalam Kamus Karo-Indonesia menerangkan bahwa kota Medan berarti menjadi sehat ataupun lebih baik. Dasar penulisan Darwin adalah kronologis sejarah yang dilekatkan dengan kebesaran nama Guru Patimpus seorang tabib yang memiliki keahlian dalam pengobatan tradisional Karo pada masanya. Menurutnya kota Medan pertama sekali ditempati orang Suku Karo yang terletak antara pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura yang dirintis Guru Patimpus sekitar tahun 1950-an.
Seorang penulis bangsa Portugis di awal abad ke-16 Masehi mencatat bahwa kota Medan berasal dari nama Medina atau dalam bahasa India Meiden. Adapula yang memberi asal-usul nama kota ini dari bahasa Arab dengan sebutan Median yang berarti datar atau rata. Memang kenyataannya kondisi kontur tanah yang rata kelihatan jelas dimulai dari pantai Belawan hingga ke Pancur batu yang kelihatannya seperti hamparan tanah yang datar.
Jhon Anderson seorang pegawai Kerajaan Inggris dari Penang dalam lawatannya ke daerah ini tahun 1823 menemukan kota Medan masih merupakan sebuah kampung kecil dengan kepadatan penduduk berkisar 200 orang saja. Sejak Belanda menguasai Tanah Deli melalui expansi politiknya tahun 1858 berhasil meraih seluruh daerah territorial Sultan Ismail penguasa Kerajaan Siak Sri Indrapura di sekitar wilayah Deli, Langkat dan Serdang.
Udaranya yang sejuk dan asri ditambah lagi suburnya bumi Deli, mendorong pemerintah kolonialis untuk membuka lahan perkebunan tembakau dengan terlebih dahulu membebaskan sejumlah luas area lahan tanah milik warga pribumi.
Berawal dari ajakan saudagar Arab yang menetap di Surabaya bernama Said Abdullah Bilsagih yang juga masih garis keluarga saudara ipar dari Sultan Deli Mahmud Perkasa Alam Deli, seorang pengusaha kebangsaan Belanda bernama Jacob Nienhuys datang ke Tanah Deli membuka lahan perkebunan dengan menanam budidaya tembakau. Nienhuys yang awalnya membuka lahan perkebunan tembakau di Jawa sangat tertarik dengan potensi sumber daya alam Tanah Deli yang subur. Tepatnya di bulan Maret tahun 1864 melalui dukungan pemerintahan Belanda, Nienhuys membuka perkebunan tembakau di atas tanah milik Sultan Deli seluas 4000 Ha di Tanjung Spassi dekat Labuhan.
Ketika panen pertama, Nienhuys mengirim sample tambakau hasil kebunnya ke Rotterdam Belanda untuk di uji kualitasnya. Hasil uji laboratorium menujukkan hasil bahwa kualitas tembakau Deli memiliki mutu kualitas tinggi dengan cita rasa cerutu terbaik.
Tingginya permintaan pasar berdampak melambungnya nilai profit penjualan tembakau Deli bagi bangsa Eropa, mendorong pemerintah Belanda membangun kesepakatan kerjasama dengan Sultan Deli pada tahun 1865. Hanya dalam kurun waktu 24 bulan saja tepatnya tahun 1867 Nienhuys bersama rekan bisnisnya Jannsen, P.W. Clemen, dan Cremer mendirikan perusahaan De Deli Maatschappij yang disingkat Deli Mij di Labuhan. Aktifitas yang cukup tinggi dengan permintaan tembakau untuk kebutuhan bangsa di dunia meningkat, Nienhuys memindahkan kantor Deli Mij dari Labuhan ke Kampung Medan (sekarang kantor PTPN II ex PTPN IX).
Sejak beroperasinya kantor di Kampung Medan, hasil tembakau Deli semakin melejit sehingga membuat mata dunia tertuju pada tembakau Deli. Tanah Deli menjadi buah bibir bangsa dunia terutama kualitas tembakaunya dan membuat Deli menjadi salah satu pusat perdagangan termasyhur di dunia. Karena kemasyhurannya, Tanah Deli mendapat julukan het dollar land alias tanah uang oleh bangsa-bangsa di dunia khususnya Eropa. Pesatnya pertumbuhan perdagangan di Kampung Medan mendorong Nienhuys dengan rekannya membuka lahan baru dengan jenis tanaman yang sama di daerah Martubung, Sunggal dan Klumpang Hamparan Perak sekitar tahun 1869 -1875.
Kampung Medan saat ini penuh dengan aktifitas perdagangan yang ramai dikunjungi berbagai bangsa asing. Kesultanan Deli akhirnya memindahkan pusat pemerintahan sejalan dengan selesainya pembangunan Istana Maimun tanggal 18 Mei 1891, melalui Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah memindahkan istananya dari Kampung Bahari Labuhan ke Kampung Medan. Kampung Medan menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan dunia yang kian pesat. Atas dasar ini pula, tepatnya tahun 1907 berdirilah sebuah lembaga perbankan di Medan yaitu De Javasche Bank (kini Bank Indonesia). Berawal dari sini pula tepatnya tahun 1915, Medan secara resmi menjadi ibu kota provinsi Sumatera Utara dan tahun 1918 resmi pula menjadi Kotapraja.
Ketika bala tentara Jepang berhasil menguasai wilayah jajahan Belanda, dampak expansi politik ini kuat sekali pengaruhnya terhadap maju mundurnya perekonomian rakyat Deli. Jepang yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Tiram tahun 1942 meluluh lantahkan kekuatan bala tentara Belanda yang saat itu sangat kuat berkuasa. Luluh lantahnya juga berbias tajam terhadap situasi ekonomi rakyat yang semakin carut-marut. Perekonomian rakyat yang makmur dan sejahtera berakhir dengan kehancuran dieksploitasi oleh pemerintah Jepang. Hingga kini sekalipun bangsa Indonesia telah merdeka dari penjajahan bangsa Belanda dan Jepang, tembakau Deli yang merajai pusat lelang tembakau dunia di Bremen Jerman, kini tidak terdengar lagi keharumannya.
Wajah Kota Medan Kini
Wajah Kota Medan kini sejak dipimpin Walikota Abdillah selama dua masa periode hidup dalam kondisi yang tertib, rukun dan damai. Keaneka ragaman etnis di Medan hidup rukun berdampingan yang tersebar di 151 kelurahan yang keseluruhannya berada di wilayah 21 kecamatan yakni ; Medan Tuntungan, Medan Johor, Medan Amplas, Medan Denai, Medan Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Polonia, Medan baru, Medan Selayang, Medan Sunggal, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Barat, Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan. Dari seluruh kecamatan tersebut, kota Medan juga dikelilingi 8 sungai yang melintasi kota diantaranya Sungai Belawan, Sungai Badra, Sungai Sikambing, Sungai Pulih, Sungai Babura, Sungai Deli, Sungai Sulang-Saling dan Sungai Kera.
Laju pertumbuhan pembangunan kota juga menunjukkan grafik yang produktif dan meningkat. Berbagai gedung mencakar langit yang dijadikan sebagai basis pusat kegiatan perkantoran, bisnis, perhotelan, pendidikan dan lokasi pusat hiburan cukup meramaikan dinamika laju pertumbuhan perekonomian warga kota Medan. Sejumlah bangunan yang telah berdiri seperti Brastagi Plaza (sebelumnya dikenal dengan sebutan Mall The Club Store atau PriceSmart), Deli Plaza, Sinar Plaza, Menara Plaza, Grand Palladium, Hongkong Plaza, Macan Group, Plaza Medan Fair, Medan Mall, Medan Plaza, Millenium Plaza, Perisai Plaza, Sun Plaza, Thamrin Plaza, Yuki Pasar Raya, Suki Simpang Raya, Yanglim Plaza dan Olimpia Plaza.
Namun demikian, sejumlah bangunan yang menjadi bagian situs sejarah tetap saja dipertahankan eksistensi kesejarahannya seperti Gedung Balai Kota lama, Kantor Pos Medan, Menara Air Tirtanadi, Titi Gantung (jembatan di atas rel ketera api), Istana Maimun, Mesjid Raya Medan, rumah Tjong A Fie di Kesawan, gedung PT. London Sumatera dan sejumlah ruko-ruko tua yang bernilai sejarah.
Sejumlah pasar yang menjadi karakteristik pertumbuhan ekonomi kota Medan saat ini juga masih beroperasi seperti Pusat Pasar (salah satu pasar tradisional tertua di Medan yang sudah ada beroperasi sejak zaman colonial), Pasar Petisah, Pasar Beruang, Pasar Simpang Limun dan pasar lainnya.
Tingginya volume pertumbuhan ekonomi kota juga diimbanginya bertambahnya volume kenderaan sebagai bentuk jenis angkutan dalam menjalankan roda perdagangan. Berbagai jenis kenderaan mulai dari produk dalam dan luar negeri merajai setiap lintasan juga ditemukan di kota ini. Sekalipun demikian, keunikan kota Medan yang telah tumbuh menjadi kota Metropolitan, jenis keunikan kenderaan Becak Bermotor juga masih cukup banyak ditemukan dijalanan. Sikap pemerintah kota yang mempertahankan kenderaan bersejarah ini dinilai cukup positif sekalipun telah dilakukan penataan bentuk yang lebih proporsional dan penentuan trayek yang disesuai dengan wajah area pembangunan kota.
Kita menyadari laju pertumbuhan volume kenderaan yang cukup signifikan juga berbias pada bentuk akumulasi kemacetan lalu lintas yang menjadi bagian dari agenda penataan wajah kota. Dengan kerja keras dan dibantu semua pihak, hal ini telah banyak dilakukan dengan melakukan penataan yang proporsional dan professional dari setiap petugas Polisi Lalu Lintas Poltabes Medan Sekitarnya bersama Dinas Perhubungan Kota Medan. Kerjasama ini menjadi semangat bersama sebagaimana motto Pemerintah Kota yang dipimpin Walikota Abdillah yakni Bekerjasama dan Sama-sama Bekerja Menuju Medan Kota Metropolitan Yang Modern, Religius dan Madani.
Kota Medan juga telah memiliki sarana jalan tol Belmera yang menghubungkan antara Medan, Belawan dan Tanjung Morawa. Jalan tol Belmera adalah lintasan bebas hambatan guna memperkecil jarak tempuh pengendara yang datang dari luar kota menuju Pelabuhan Belawan yang terletak sekitar 20 KM di utara kota. Selain itu, juga mempercepat waktu perjalanan menuju inti kota khususnya bagi pengguna jalan raya menuju Bandara Internasional Polonia yang menghubungkan Medan dengan kota-kota di belahan dunia. Selain itu, pengangkutan alternatif lain juga ditemukan khususnya bagi penumpang kereta api yang telah dibukanya trayek kota Medan menuju Tanjung Pura, Belawan, Binjai, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Kisaran dan Rantau Prapat.
Dalam mendorong kerjasama internasional khusus dalan bidang ekonomi, sosial dan pendidikan, kota Medan ikut menggagas pembentukan Persatuan Kota Kembar dengan negara tetangga seperti Penang Malaysia, Ichikawa Jepang, Kwangju Korea Selatan dan Chengdu Republik Rakyat Tiongkok. Jalinan kerjasama sampai saat ini terus terjalin bahkan terus berkembang ke arah kerjasama pembentukan sumber daya manusia yang terampil dan professional khususnya melalui magang/pelatihan serta pertukaran antar pelajar serta melakukan tukar informasi melalui program pameran perdagangan di antara kedua belah pihak.
Menariknya lagi, guna menyuguhkan berbagai rangkaian aneka informasi dan hiburan dalam dan luar negeri, pemerintah kota Medan bersama elemen pengusaha telah membuka akses telekomunikasi dengan menggunakan kecanggihan teknologi modern. Kota Medan telah memiliki 5 stasiun televisi yakni TVRI Medan, Deli TV, Space Toon, DAAI TV dan Bahana TV (telah mengudara masa percobaan.). Selain stasiun televise lokal, seluruh staisun TV swasta nasional telah pula memiliki korespondensi yang menjadi biro di kota Medan sehingga system informasi yang dibutuhkan dalam kerangka percepatan pembangunan kota telah banyak membantu pertumbuhan ekonomi kota Medan.
Kini kota yang kita cintai ini telah tumbuh menjadi sebuah kota yang terus berbenah menata perekonomiannya. Sekalipun kota ini telah tumbuh menjadi kota yang modren, tetapi cerita kota ini tidaklah seindah citranya ketika dunia terguncang oleh kehebatan produktifitas dan kualitas tembakaunya. Mari kita jaga dan bangkitkan citra kota Medan menuju peradaban kota yang Modern, Religius, Madani dan Disiplin agar popularitas kota ini tetap diperhitungkan di mata populasi dunia


Medan, Maret 2008
P E N U L I S

Kompol Drs. Safwan Khayat. M.Hum



Penulis Mantan Kasat Lantas Poltabes MS,dan saat ini Wakapolresta Pematang Siantar
Kompol Drs.Safwan Khayat M.Hum

Selasa, 2008 April 01

MANAJEMEN ISLAMI

Manajemen IslamiManajemen modern yang berasal dari Barat cenderung mengasingkan manusia dari manusia di sekitarnya. Manajemen Barat juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya sebagai manusia sosial. Manajemen modern ala Barat menghasilkan manusia-manusia yang bekerja sampai larut malam tanpa ada lagi kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga atau melaksanakan kehidupan sosial dengan masyarakat di sekitarnya.Dalam Islam, manajemen dipandang sebagai perwujudan amal sholeh yang harus bertitik tolak dari niat baik. Niat baik tersebut akan memunculkan motivasi aktivitas untuk mencapai hasil yang bagus demi kesejahteraan bersama.Ada empat landasan untuk mengembangkan manajemen menurut pandangan Islam, yaitu kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan keahlian. Seorang manajer harus memiliki empat sifat utama itu agar manajemen yang dijalankannya mendapatkan hasil yang maksimal.Yang paling penting dalam manajemen berdasarkan pandangan Islam adalah harus ada sifat ri'ayah atau jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan menurut Islam merupakan faktor utama dalam konsep manajemen.Manajemen menurut pandangan Islam merupakan manajemen yang adil. Batasan adil adalah pimpinan tak ''menganiaya'' bawahan dan bawahan tak merugikan perusahaan. Bentuk penganiayaan yang dimaksudkan adalah mengurangi atau tak memberikan hak bawahan dan memaksa bawahan untuk bekerja melebihi ketentuan. Jika seorang manajer mengharuskan bawahannya bekerja melampaui waktu kerja yang ditentukan, maka sebenarnya manajer itu telah mendzalimi bawahannya. Dan ini sangat ditentang oleh Islam.Seyogianya kesepakatan kerja dibuat untuk kepentingan bersama antara pimpinan dan bawahan.Islam juga menekankan pentingnya unsur kejujuran dan kepercayaan dalam manajemen. Nabi Muhammad saww adalah seorang yang sangat terpercaya dalam menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang dicontohkan Nabi Muhammad saww menempatkan manusia sebagai postulatnya atau sebagai fokusnya, bukan hanya sebagai faktor produksi yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.Nabi Muhammad saww mengelola (manage) dan mempertahankan (mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya hubungan sesaat. Salah satu kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya. Manajemen Islam pun tak mengenal perbedaan perlakuan (diskriminasi).Ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saww. Pertama, 'tauhid' yang berarti memandang bahwa segala aset dari transaksi bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan amanah untuk mengelolanya.Kedua, 'adil', artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus dilandasi dengan ''akad saling setuju'' dengan sistem profit and lost sharing.Pilar ketiga adalah 'kehendak bebas.' Manajemen Islam mempersilakan umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu halal.Dan keempat adalah 'pertanggungjawaban.' Semua keputusan seorang pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain atau pun antara pimpinan dengan bawahan.Ciri manajemen Islami adalah amanah. Jabatan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah. Seorang manajer harus memberikan hak-hak orang lain, baik mitra bisnisnya ataupun karyawannya. Pimpinan harus memberikan hak untuk beristirahat dan hak untuk berkumpul dengan keluarganya kepada bawahannya. Ini merupakan nilai-nilai yang diajarkan manajemen Islam.Ciri lain manajemen Islami yang membedakannya dari manajemen ala Barat adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan dengan karyawan dan mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai.Bukankah memberikan senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam. Namun, kelembutan tersebut tak lantas menghilangkan ketegasan dan disiplin. Jika karyawan tersebut melakukan kesalahan, tegakkan aturan. Penegakkan aturan harus konsisten dan tak pilih kasih.Untuk aspek keadilannya, Islam menekankan pentingnya reward control dalam suatu hubungan kerja. Islam mengajarkan kita harus bersyukur kepada manusia sebelum bersyukur kepada Allah. Artinya, seorang karyawan yang berprestasi tinggi mendapat penghargaan khusus. Bentuk penghargaan bukan hanya berupa materi, tapi juga berupa perhatian. Berapa di antara manajer yang ada di Indonesia yang mengetahui tanggal lahir karyawannya terdekatnya?Selain itu, setiap pekerjaan harus dilandasi dengan niat yang baik. Karena, niat baik akan menuntun kita melakukan pekerjaan dengan baik untuk hasil yang baik pula. Islam mengajarkan sesuatu harus diawali dengan niat baik.Menjadi Manajer yang Ri'ayahBila Anda ingin menjadi manajer yang ri'ayah (berjiwa pemimpin):

1. Berikan perhatian atau kepedulian kepada bawahan.

2. Buat perencanaan kerja yang baik.

3. Bersungguh-sungguh dan teliti dalam melaksanakan rencana kerja.

4. Lakukan pengawasan secara terus-menerus.

5. Lakukan evaluasi hasil secara berkala.

6. Tegakkan disiplin dalam waktu kerja.

7. Memikul tanggung jawab terhadap hasil akhir.