Kamis, 16 April 2009

Sungai Deli

Kembalikan Sungai Deli Ku !

Oleh:Drs SAFWAN KHAYAT M.Hum


Di tengah malam yang hening, sepi, dingin ber-embun, nyaris tanpa suara hingar bingar hilir mudiknya orang-orang dan kenderaan. Tak ada langkah, tak ada kata, yang ada hanyalah dengusan nafas lelapnya tidur warga setelah lalui deru dinamika kehidupan kota Medan . Tetapi di malam itu, si ibu yang tua renta telah sujud kusyuk menghambakan dirinya kepada Ilahi. Masih terlihat butir-butir air wudhuk yang membasahi wajahnya. Dengan harap cemas, si ibu menengadahkan tangannya untuk memohon keampunan dan ridho Ilahi. Satu kalimat si ibu sisipkan dalam doanya ; “Ya Tuhan, beri aku kemudahan membimbing anak-anak ku, dan beri aku kemurahan rezeki agar aku dapat menafkahi anak-anak ku”.
Begitulah bertahun-tahun si ibu bermunajat di tengah malam gelap gulita. Sebab, bertahun-tahun pula ia menjanda, di tinggal suami tercinta yang telah diberpulang ke pangkuan Ilahi. Ia bina keluarga dengan caranya sendiri, dan ia nafkahi keluarga dengan tangannya sendiri. Di depan pusara yang berdiri bisu di atas maqam almarhum suaminya, ibu berjanji akan melanjutkan cita-cita almarhum terhadap ke-tujuh anaknya.
Biarlah si ibu tak makan, asalkan anak-anaknya makan. Biarlah air mata ini kering, demi kebahagiaan anak-anaknya. Si ibu tak ingin anak-anaknya malu hanya karena keterbatasan dirinya. Dorongan itulah yang sering melintas dibenaknya.
Tubuhnya yang renta masih tersimpan sisa-sisa tenaga. Kulitnya yang keriput masih tersingkap cahaya kecantikan wajahnya. Tangannya yang mulai gemetaran, tak mengurangi sentuhan tangan belaian kasih sayangnya. Semua itu bagaikan butiran kaca kristal yang tak pernah pudar walau diterpa panas dan hujan. Syukurlah, jerih payah si ibu mampu menamatkan sekolah anak-anaknya, bahkan hingga keperguruan tinggi. Sungguh mulia hati si ibu.
Suatu ketika si ibu bercerita pada anaknya tentang kenangan dengan almarhum suaminya (ayah dari ke-tujuh anaknya). Betapa ia mencintai dan menghormati suaminya. Dengan penuh tanggungjawab, suami memanjakannya. Bukan saja urusan nafkah lahir bathin, tetapi juga sampai urusan mencuci.
Di belakang rumahnya, aliran sungai Deli terasa sejuk membasahi pori-pori bumi. Di sungai itulah penuh kenangan indah. Warga kota Medan kebanyakan memanfaatkan sungai Deli salah satu sumber kehidupan. Di mulai dari mencuci pakaian, membersihkan perabotan rumah tangga dan mandi. Ada pula memanfaatkan sungai Deli sebagai sumber nafkah lahan pekerjaan seperti menjala ikan dan menggali pasir yang tersimpan di dasar sungai. Di sekitar sungai Deli tumbuh subur rimbunnya tanaman pohon pisang, lalang dan jenis tumbuhan lainnya memberi manfaat bagi warga sekitar.
Fungsi lainnya, sungai deli juga selalu dijadikan lokasi bermain, rekreasi dan hiburan. Berbagai acara hari khusus, selalu memanfaatkan sungai deli dengan beragam perlombaan. Di mulai dari lomba renang, lomba memancing ikan, lomba kayuh sampan, lomba rakit dari batang pisang,bermain bola pasir dan lainnya.
Bagi anak-anak dan remaja, sering memanfaatkan sungai Deli sambil mandi beranyut bersama-sama dengan menggunakan sebuah ban dalam mobil atau batang pohon pisang yang dijadikan rakit. Tak heran pula, ada sekumpulan anak-anak dan remaja meloncat dari lokasi yang tinggi, terjun bebas hingga menembus aliran sungai yang bersahabat. Tak terlintas bahaya mengintai, sebab tak sedikit pula menelan korban jiwa, tetapi semuanya larut dalam kegembiraan bersahabat dengan sungai Deli.
Si ibu tak mampu menutupi kesedihan ketika beliau menyinggung kenangan bersama almarhum suaminya. Sesekali tersenyum walau butiran air matanya menetes tanpa disadari. Sungai Deli adalah kenangan terindah baginya. Mereka lalui bersama menjalani hidup tanpa melupakan jasa sungai Deli. Bersama suaminya, si ibu mencuci pakaian sambil melihat anak-anaknya mandi kegirangan. Sesekali pula, si ibu menyapa anaknya dengan lembut ; “mandinya jangan jauh dari ibu, jangan mandi ke tengah ya nak ?” Tapi si anak dasar nakal, terus asyik mandi sambil bermain siram-siraman air.
Tak jauh dari si ibu, beberapa orang pemuda asyik ngobrol sesama mereka. Entah apa yang mereka ceritakan, si ibu dan suaminya tak peduli yang terus asyik dengan cuciannya. Sesekali ibu melirik pemuda itu, mereka sambil ngobrol asyik tertawa. Mungkin mereka bercerita tentang acara lawakan di televisi tadi malam ? Atau bisa jadi mereka menceritakan dirinya dan suami sedang mencuci ? Mereka anggap kami ini aneh atau entah apalah dibenak mereka ? sangka bathin si ibu.
Tak disadarinya, suaminya juga ikut tersenyum tatkala orang-orang itu tertawa. Si ibu menghampiri suaminya ; “koq mereka tertawa, bapak ikut senyum sendiri ? Ada apa ? tanya ibu. “Enggak ada apa-apa? Jawab suaminya tersipu-sipu. “Lho, enggak ada apa-apa koq senyum sendiri ? paksa ibu. Setelah suaminya menjelaskan, si ibu pun ikut tersenyum. Ternyata pemuda-pemuda itu saling bercerita kisah mereka yang di labrak pacarnya karena ketahuan selingkuh. Akhirnya mereka diputusin pacarnya. Dasar anak muda zaman sekarang, celoteh si ibu.
Sungai Deli, adalah salah satu nama diantara delapan sungai yang mengelilingi kota Medan . Diantara nama-nama sungai yang ada yakni Sungai Deli, Sungai Babura, Sungai Sikambing, Sungai Denai, Sungai Putih, Sungai Badra, Sungai Belawan dan Sungai Sulang-Saling/Sungai Kera.
Kini nasib sungai Deli dan sungai lainnya tinggal kenangan. Debit air kecil dan keruh, sampah menumpuk dan aroma air sudah tak sehat. Di dasar sungai penuh lumpur dan ikan-ikan nyaris tak ada lagi. Tak ada lagi cerita dan tak ada kisah, kini sungai Deli sudah ditinggalkan.
Dulu, di sungai Deli ini pula, suaminya pernah menyatakan cinta. Sungai Deli menjadi saksi bisu menyatunya hati dua insan yang berbeda. Sungai Deli menyatukan silaturahhim bagi kaum hawa. Sambil mencuci, tak terasa obrolan cukup panjang. Walau tak sadar, terkadang gossip juga ada di sungai Deli.
Begitulah si ibu bercerita nostalgia dengan suaminya tentang sungai Deli. Sungai Deli menyimpan berjuta kenangan, bukan saja dirinya, tapi juga orang lain. Si ibu menutup kisahnya dengan ucapan kata; “suami ku tak mungkin kembali bersama kisah cintanya, tetapi kembalikan sungai Deli ku, agar kisah ku terulang bagi yang lain”. Ya, kembalikan sungai Deli ku, harap si ibu.

*Penulis,
Alumni SMA Negeri 1 Medan, Alumni dan Dosen UMA, Alumni Pasca Sarjana USU Medan. Website; http;//Selalukuingat.blogspot.com. Email; safwankhayat@yahoo.com.

Rabu, 08 April 2009

Azil si Semut Yang Menuntut Keadilan



Oleh,

Drs SAFWAN KHAYAT MHum


Alkisah menceritakan, hiduplah seekor semut sebatang kara yang terpisah dari kelompoknya akibat di terpa kencangnya angin. Sebelumnya semut-semut itu tinggal di balik luar sudut bawah dinding rumah tua yang telah lama ditinggalkan penghuninya. Suatu ketika datanglah gemuruh angin yang berputar dengan kencangnya. Seluruh benda yang ada terpental jauh karena dorongan angin yang dahsyat. Sekecap saja daerah itu rata di sapu sang angin tanpa terkecuali rumah tua tempat bermukim segerombolan semut. Sang angin dengan egonya meluluh lantakkan lokasi mereka hingga mereka bercerai berai. Ada yang terhempas ke barat, ke timur, ke utara dan ke selatan. Tapi, tak sedikit pula ajal menjemput akibat hantaman derasnya arus angin yang berputar ke kiri, ke kanan, ke depan dan ke belakang.

Sebut saja semut sebatang kara itu bernama Azil. Azil terlempar persis di tepi sungai yang tenang tanpa suara gemericik. Di sekitar itu ditumbuhi pohon pisang dan rumput hijau yang segar dan rimba. Mulanya Azil kebingungan sambil bergumam, “dimana aku berada” ? Sorot matanya tajam sambil melihat kiri-kanan. Aneh, sungguh aneh ..! herannya. Azil pun berteriak sekeras-kerasnya, bapak..! ibu..! dimana kalian..?

Tak ada suara jawaban. Malah Azil hanya mendengar balasan suaranya sendiri yang bergema di tengah kosongnya suasana. Azil berlari di atas kaki kecil dan tubuh mungilnya. Ia lewati gundukan tanah, batu besar dan rimbanya rumput hijau. Tak satupun Azil jumpai di tengah penelusurannya. Azil sedih karena terpisah dari keluarganya dan kerabat yang dicintainya.

Di tempat tinggal Azil yang dulu, masih ada cahaya remang lampu, bias dari cahaya lampu rumah penduduk di sekitar rumah tua itu. Walau cahaya remang, sedikit membantu Azil dan kelompoknya menelusuri setiap dinding rumah tua itu dan lintasan sekitar domisilinya. Di malam hari Azil menghabisi waktu malamnya bersama keluarga dan kerabat sambil bercanda tawa. Begitulah setiap detik, waktu, hari, minggu, bulan dan tahun berjalan penuh keceriaan.

Azil mulai ketakutan, karena di sekitarnya sunyi, sepi dan senyap. Suasana gelap tanpa cahaya remang lampu yang dulu ada. Tapi syukurlah, Azil sedikit terbantu oleh cahaya rembulan purnama menonjolkan kemolekan tubuhnya. Azil berusaha melawan rasa takut di tengah malam dengan hembusan angin dingin menusuk tubuh mungilnya. Ia lalui rimbanya rerumputan dengan harapan semoga ia bertemu sosok teman.

Kini, Azil jalani hari-harinya tanpa ibu, bapak, saudara dan karib kerabat. Dulu Azil dengan yang lainnya kerap bahu membahu membopong secuil bahan makanan untuk di santap bersama-sama. Mereka membentuk barisan yang teratur, derap kaki yang beriringan dan tegur sapa ketika berpapasan. Kini tak lagi ada, semua itu berubah, sebab kini Azil lakukan sendiri demi menggapai kelangsungan hidup lebih panjang. Azil harus bekerja keras mencari makanan penyambung hidup di area yang asing baginya. Apa saja Azil upayakan demi menghidupi tubuh kurus kecilnya.

Suatu ketika Azil ketemu rezeki nomplok. Dihadapannya ada seekor ikan terkapar lunglai persis di tepi sungai itu. Ikan itu terdampar ketepian hingga tak mampu lagi kembali di tengah sungai. Akhirnya ikan itu lunglai tak berdaya hingga datanglah kematiannya. Walau ikan itu tak terlalu besar, tetapi bagi Azil ikan itu cukuplah untuk makannya sebulan. Sebab Azil sadar, perutnya yang kecil tak mungkin menghabisi ikan yang besarnya seribu kali lipat dengan tubuhnya.

Azil percepat langkah kakinya seakan sudah tak sabar lagi melahap daging ikan segar itu. Ketika Azil tepat berdiri disamping ikan tadi, betapa ia terkejut sambil matanya melotot, “wah besar sekali ikan ini”? “Aku sudah tak sabar memakannya” ? gumam Azil. Perlahan-lahan Azil tarik ikan itu persis di bibir sungai dengan tenaganya yang ala kadarnya. Azil lakukan itu, takut kalau-kalau datang ombak air, maka ikan itu kembali terseret ke tengah. Dengan paluh keringat, akhirnya kerja kerasnya itu Azil berhasil. Tanpa basa basi, Azil melahap daging ikan itu. Mulutnya yang kecil seakan mau menghabisi seluruh tubuh ikan itu. Azil makan bagaikan keserupan. Ia berputar-putar tak tentu arah menikmati santapannya. Maklumlah, menu makan Azil tak pernah selezat ini. Azil bagaikan makan seekor ikan panggang dengan ramuan termahal di hotel berbintang lima. Dengan lahap Azil santap menu spesial hari ini. Tak ia sadari sejak ia mulai menikmati menu hotfish-nya, sudah lama makhluk sang pemangsa berdiri angkuh di sampingnya.

Azil kaget bagai di sambar petir ketika matanya menoleh ke sebelah tubuhnya. Ada dua kaki kokoh dengan jari yang kuat. Di ujung jari-jari itu tumbuh kuku-kuku tajam yang siap mencabik-cabik mangsanya. Lalu Azil angkat kepalanya ke atas sambil matanya terbelalak, rupanya sudah lama seekor burung Rajawali yang gagah berdiri tegak dengan sombongnya. Burung itu menatap Azil dengan tajam seakan ingin melahap tubuh kurus itu dengan paruhnya. Dengan beringas, Rajawali menghujamkan paruhnya ke tubuh ikan yang Azil makan. Hampir saja Azil tersambar tajamnya paruh Rajawali. Azil seketika terlempar dari tubuh ikan itu. Andai saja sedikit terkena, pastilah Azil patah tulang remuk redam.

Rajawali begitu lahap mencabik-cabik tubuh ikan miliknya. Azil marah dan kesal. Azil menggerutu sambil mengepalkan tangan seakan ingin menonjok kepala Rajawali. Tapi apalah daya, Azil hanya bisa bersedih karena tak mungkin Rajawali itu ia kalahkan. Jangankan memukul kepalanya, mendekati saja Azil sudah ketakutan. Andaikan pula ia memiliki keberanian, tak mungkin pula ia tonjok Rajawali itu. Sebab tubuhnya yang mungil, mustahil bisa melakukan senekat itu.

Seketika ikan itu habis dikunyah Rajawali. Jangankan dagingnya, tulang pun tak disisakan untuk Azil. Padahal, Azil-lah yang pertama menemukan rezeki itu. Azil pula yang bekerja keras menggiring ikan itu ke tepian. Dengan tangan dan keringatnya Azil upayakan tanpa bantuan siapa pun. Sedikit demi sedikit ia kumpulkan tenaga, akhirnya rezeki itu ia peroleh. Tapi dengan kekuasaan, keangkuhan dan kekuatan sang Rajawali merampas hasil jerih payahnya. Azil kesal karena tak mampu berbuat apapun. Tubuhnya yang mungil kecil tak mampu melawan sang predator yang kuat dan berkuasa. Azil ingin menuntut keadilan dengan menempuh jalur hukum karena haknya dirampas. Tapi nasibnya, tak ada lembaga yang mau mendengar keluhan jiwa seekor semut. Azil ingin meminta perlindungan Komisi Azasi karena hak azasinya dirampas, sayangnya tak ada pula Komisi Azasi untuk semut.

Akhirnya Azil hanya bisa mengelus dada sambil hatinya berkata, “beginilah nasib makhluk kecil yang tak berdaya”! Kami selalu kalah oleh kelompok yang berkuasa dan berkekuatan. Kami tak berdaya dan pasrah semoga keadilan berpihak kepada yang kecil”!

Azil pun kembali menelusuri kejamnya kehidupan. Azil yakin, suatu hari nanti pasti ada keadilan itu. Azil juga yakin pasti ada pula makhluk yang kuat dan berkuasa menyisakan makan untukknya walau sisa-sisa dari santapan mereka. Apa boleh buat, Tuhan menciptakan alam beserta isinya memiliki pelajaran yang bisa diambil manfaatnya, bisiknya.

Azil pun berdoa; “Tuhan, Engkau Maha Adil, bukakanlah ruang hati yang adil bagi makhluk ciptaan-Mu yang berkuasa dan berkekuatan kepada makhluk-Mu yang kecil dan lemah”. Amiin ya Rabbal Alamin.

Penulis, Alumni SMA Negeri 1 Medan, Alumni dan Dosen UMA, Alumni Pasca Sarjana USU Medan. Email; safwankhayat@yahoo.com

Senin, 23 Maret 2009

Kampanye si Dagangan Politik

Oleh

Drs SAFWAN KHAYAT MHum

Lima tahun lalu, rakyat memilih calonnya untuk duduk di kursi legislatif. Sungguh sebuah kursi elitis yang bahan baku terbuat dari suara rakyat, alas busa kekuasaan dan sandaran partai. Bungkusannya dilapisi kain politik yang diperindah dengan jahitan bordiran negosiasi. Semua mata “takjub” melihatnya, bukan karena indahnya tapi nilainya yang penuh ditaburi rupiah. Alangkah gemerlapnya bila seseorang menduduki kursi itu yang lengkap dengan fasilitas lainnya.

Tak sedikit pula rekening kontan mata uang rupiah untuk mendapatkannya. Itu pun tak cukup, harus ditambah pula dengan rekening giro janji-janji. Giro janji itu ada yang berjangka 6 bulan, 12 bulan hingga periodesasi 5 tahun. Giro janji itu digunakan untuk perbaikan jalan, pendidikan, kesehatan hingga rumah ibadah. Walau ada yang giro isi, tetapi tak sedikit giro kosong alias janji kosong.

Kursi ini di beli bukan di toko mebel atau gallery perabotan, tetapi dengan perjuangan kekuatan dan kekuasaan. Ruang pemasaran di buka dengan memasang gambar wajah harap, kata pilih, doa dan dukungan. Kursi pun dipasarkan di arena dagang politik secara terbuka. Si penjual mulai membentangkan dagangannya dengan menggenggam alat pengeras suara sambil berkata lantang. Mereka berharap dagangan politiknya laku terjual hingga orang berbondong-bondong menjatuhkan sikap belinya kepada di pedagang politik. Sungguh nyaris sama bagaikan bang Samirin ketika menjajaki dagangannya dengan obralan ekonomi di pasar.

Massa tumpah ruah di pasar politik yang telah di gelar. Kerumunan massa menuju titik kumpul yang telah di tentukan jadwal dan tempatnya. Beragam atribut berseleweran di jalanan persis seperti pawai karnaval yang mengundang perhatian massa . Teriakan, dan yel-yel lebur dalam sorakan ambisius tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya. Jalanan macet karena dirambah padatnya kenderaan. Hukum lalu lintas ditabrak bias dari konvoi kenderaan aksi massa partai. Ada yang bergantungan di atas kenderaan mobil angkutan, pengemudi sepeda motor yang tak pakai helm, terobos lampu merah (traffic light), konvoi sambil berteriak terkesan menimbulkan sikap gaduh di jalanan dan sedikit mengganggu kenyamanan bagi pengguna jalan raya.

Kini kampanye telah di gelar dengan olahan kata yang dirangkai bagai puisi salju yang digerai di panggung politik. Tak satu kata yang tersisa, tak sedikit janji yang terucap. Tak ada kata yang berbilang semua lebur dalam dagangan politis yang dikerumuni massa . Orasi menjadi senjata utama guna meyakini produk dagangannya. Strategi, teknik dan taktik (Stratak) beragam pola yang penting dagangan laris terjual.

Terkadang sengaja atau tidak, ucapan pembusukan atas produk lain keluar tanpa pengawasan. Kemampuan berorasi menjadi senjata bagi sang penjual (juru kampanye) menyerang lawan politiknya. Etika, norma dan adab tak lagi bertahta sebagai basis kekuatan moral, tetapi yang muncul kental nuansa kepentingan untuk menang.

Rangkaian kata tersusun rapi, puisi yang di cipta terucap syahdu dan ayat-ayat Tuhan ikut terbawa dilantunkan hikmad. Semua itu menjadi “Stratak” yang direncanakan secara sistematis dan matang.

Kampanye bagian dari strategi mendulang suara. Ada yang digelar rapat umum atau kampanye terbuka, ada bentuknya tersembunyi dengan memberikan bantuan dengan pola dan jenis material tertentu. Kampanye metode dagangan politik dengan rekayasa modus yang disesuaikan dengan situasi. Berjuta uang habis terpakai, beribu orang turun ke jalan, beragam pola dilakukan demi mengejar setitik kepuasan. Berjuta janji terucap, berjuta harap pula di benak rakyat. Politisi tebar peduli, rakyat terpikat hati. Politisi mendapat kursi, rakyat terus menanti janji.

Kampanye bukanlah tujuan tetapi metode menuju tujuan. Kampanye hendaknya jangan melukai dan menyakitkan sebab perilaku itu melemahkan persatuan. Sampaikan yang benar walau tajam tapi tak meluai. Ajarkanlah rakyat berpolitik tanpa berniat mencabik-cabik. Politisi butuh suara, rakyat butuh murahnya harga. Politisi butuh kursi, rakyat minta bukti janji.

Hindari politik bagaikan membeli buah kuweni. Buah di pilih, di tekan dan di cium. Andai tak harum maka terbuanglah ia, jikalau harum maka dibeli buah itu. Bisa jadi, buah harum manis jika di buka isinya kelihatan busuk dan berulat. Terkadang buah yang di luar tajam kulitnya justru laris terjual yakni bagaikan buah durian dengan kulit yang tajam tetapi diminati banyak orang.

Gambaran buah ini tidak menjamin seseorang menyukainya. Bias jadi ada orang yang doyan kuweni, malah tidak suka bau durian apalagi memakannya. Tetapi cukup banyak pengagum durian walau kulitnya tajam melukai tangan. Jika buah itu matang dan andaikan rusak, tak ada durian busuk, yang ada durian asam. Tak ada kuweni asam, tetapi yang banyak kuweni busuk.

Agar tidak dapat buah yang asam dan busuk, pilihlah dengan cermat, teliti dan gunakan rasio memilih. Berkampanye tetap menjaga persatuan dengan memperkuat saling menghargai, menghormati dan tidak menyakiti. Harapan kita kualitas Pemilu tahun 2009 ini menghasilkan kualitas politisi yang beradab. Semoga..!!

Medan, 21 April 2009

P E N U L I S

Drs. SAFWAN KHAYAT M.Hum

*Penulis, Alumni SMA Negeri 1 Medan, Alumni dan Dosen UMA, Alumni Pasca Sarjana USU Medan, , Email; safwankhayat@yahoo.com. Website:http//Selalukuingat.blogspot.com



Sabtu, 21 Februari 2009


Biarlah Hukum Bicara

Oleh,
Drs. Safwan Khayat M.Hum


Tak ada tempat bagi aksi anarkis di tanah air, tak ada maaf bagi mereka yang merencanakan pengrusakan dan pembunuhan. Tak satu ayat pun yang membenarkan anarkis hidup abadi di muka bumi. Sebab, ayat hukum Negara menentang perilaku anarkis, begitu juga ayat-ayat Agama melaknat anarkisme.
Kekerasan, penistaan, pengrusakan, penganiayaan dan pembunuhan adalah perilaku yang bertentangan dengan ayat hukum Negara dan ayat Agama. Hukum Negara mengatur kemaslahatan bermasyarakat, sementara Agama menafasi dimensi kemanusiaan dan keIlahiaan. Orang yang taat hukum Negara dan taat Agama, pastilah menjaga kemaslahatan bermasyarakat, berkemanusiaan dan berTuhan.
Tragedi 3 Februari 2009 bukti dari ketidaktaatan terhadap ayat hukum Negara dan ayat Agama. Gedung di rusak, nyawa melayang. Hukum ditabrak demi kepuasan amarah kepentingan. Kemanusiaan pun tak lagi jadi pedoman, dikalahkan oleh perilaku kekerasan dan kekejaman yang berujung kematian. Syahwat bergaya preman mendominasi syahwat keimanan. Begitulah kalau aliran darah emosional lebih kuat menguasai aliran darah rasional.
Demokrasi berujung menjadi DemoKukerasi. Demokrasi berubah menjadi Demoral Kreasi. Akibat anarkis, Demokrasi jatuh martabatnya menjadi demo crazy. Aspirasi dilapisi dengan rasa marah yang tak terjaga. Sikap marah yang tak terbendung akhirnya berbenturan dengan kasus pelanggaran hukum. Sikap marah itu kini berakhir dengan rasa malu. Begitulah kenyataanya ketika aspirasi demokrasi disalurkan lewat demonstrasi sadis, brutal dan anarkis.
Demonstrasi bagian dari demokrasi, tetapi demonstrasi bukan satu-satunya cara menyalurkan aspirasi dalam berdemokrasi. Demonstrasi bisa disalurkan lewat tulisan, lukisan dan karya seni lainnya. Demonstrasi hendaknya tetap memegang teguh ayat-ayat kemanusiaan dengan cara yang santun, tertib dan bertanggung jawab. Ayat-ayat kemanusiaan adalah aturan tentang sikap saling menghargai sesama makhluk menurut ukuran dan kepentingannya. Sikap menghargai itu dengan tidak melecehkan, menyudutkan hak orang apalagi menganiayanya.
Tragedi itu meninggalkan luka yang panjang bagi ruang kehidupan berpolitik, berdemokrasi dan bermasyarakat. Riskannya lagi, luka itu semakin panjang manakala keluarga, kerabat dan sahabat almarhum Azis Angkat terbawa dalam hayalan, lamunan dan kenangan. Tak mudah di lupa, tapi pasti bisa kita lupakan. Walau terus terkenang, tapi hati tetap tenang.
Hapuslah duka kita walau kenangan sulit terhapus. Tegakkan kenyataan dengan sikap kesabaran dan keteguhan hati untuk tidak bertindak naif. Berikan kesempatan hukum meneliti atas segala pertanggungjawaban perilaku anarkis. Hukum sedang bekerja mengumpulkan bukti dan mengejar tersangka. Sorot mata hukum kini sama tajamnya dengan sorot mata publik. Tak satu kerdipan terlewatkan dalam sorotan mata hukum, sebab aktor anarkis terus menjadi prioritas hukum.
Hindari banyak bicara, biarkan hukum yang berbicara. Janganlah obral bicara karena hukum sedang berbicara. Hukum tidak mencari ”kambinghitam”, tetapi hukum sedang mencari tersangka. Biarkan hukum menginvestigasi keadaan, hindari keadaan menginvestigasi hukum.
Menahan Diri
Kini tersangka demo anarkis 3 Februari 2009 mulai tersangkut dengan jeratan hukum. Terali besi hukum sudah menahan sejumlah tersangka. Jumlah tersangka terus bertambah, karena hukum tak ada kompromi dengan pelaku anarkis. Kita harus menahan diri dengan menjaga ketenangan sosial. Menahan diri adalah bagian dari perilaku santun yang menyadari ayat-ayat kemanusiaan.
Kini hukum sedang mengembangkan pelidikannya. Temuan hukum menjadi bukti bahwa pelaku demo anarkis dan aktornya akan dijerat dengan unsur tuntutan hukum pula. Janganlah masyarakat mendahului menghukum sebelum lembaga hukum menjatuhkan keputusannya. Keputusan hukum harus kita hargai sepanjang kita masih membutuhkan hukum itu sendiri.
Kita dampingi Sumatera Utara dengan program pembangunan yang sedang berjalan. Kita hampiri Sumatera Utara dengan senyuman karena masih panjang lagi agenda pemerintah terhadap warganya. Jauhkan sikap marah yang tak beralasan, dekatkan rangkulan kepada pemerintah untuk meneruskan visi pembangunan. Hukum sedang bekerja menelusuri kasus anarkis, maka biarkanlah proses itu. Pemerintah sedang berbuat agar warga hidup sejahtera, maka dukunglah ia.
Hindari pernyataan yang sifatnya memicu permusuhan, tetapi lontarkan pernyataan yang sifatnya memacu persatuan. Perkataan yang kasar situasi menjadi gusar, berkatalah lembut maka keadaan tidak semrawut. Mari telusuri jalan kehidupan kedepan, sekaligus mempersiapkan bekal pembangunan untuk anak cucu kita, jangan lagi kita sibuk mengkoreksi pekerjaan orang lain, tapi berbuatlah sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.

Medan, Februari 2009
P E N U L I S

Drs. SAFWAN KHAYAT M.Hum

Penulis, Alumni SMA Negri 1, Alumni dan Dosen UMA, Alumni Pasca Sarjana USU Medan. Email; safwankhayat@yahoo.com


Selasa, 10 Februari 2009



Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’un
Selamat Jalan Sahabat Ku !!


Pagi itu sang surya menghembuskan kehangatan tubuhnya menyinari bumi dengan terang benderang. Ku lihat dengan jelas tak ada tanda-tanda gumpalan awan hitam dan hembusan angin yang bakal mengundang hujan, dan ku pastikan pula bahwa hari ini adalah hari yang cerah dan menyenangkan.
Hari itu adalah hari pertama ku bertugas resmi menduduki jabatan baru sebagai Kepala Seksi Sarana Angkutan (Kasi Sarang) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Aku kembali ditugaskan di Medan setelah 15 bulan aku “nongkrong” di Pematang Siantar menjabat Wakapolresta. Saat itu kami sedang rapat bersama pimpinan mendiskusikan situasi lalu lintas yang berkaitan dengan harapan, kenyataan dan tantangan. Tak sedetik pun tersisa, kami manfaatkan ruang diskusi dengan uraian analisis dan modus pemecahan masalah agar situasi lalu lintas di Sumatera Utara berjalan tertib, aman, dan lancar.
Diskusi pun terhenti sementara di saat suara azan bergema memanggil nurani kami untuk beranjak duduk menuju Mesjid berdiri megah di kantor ku. Aku basuhi tubuh ini dengan air wudhuk agar fikiran ku basah dengan gagasan, ku takbirkan kebesaran Ilahi dengan shalat agar hati ini dijauhi dari nafsu dengki. Munajat doa tetap ku sampaikan agar sang Khaliq selalu meridhoi aktifitas ku dan cerahnya masa depan Negara ku.
Selepas itu, aku dan teman-teman kembali ke ruang diskusi guna melanjutkan agenda yang tadinya tertunda. Berselang 15 menit kemudian tepatnya pukul 13.45 WIB, telepon seluler ku bergetar dengan menuliskan pesan singkat yang ku nilai hanyalah buwalan, bongak atau iseng belaka. Isi pesan singkat tertulis ; “Innalillahi wa Inna Illaihi Roji’un, Azis Angkat Ketua DPRD SU tewas dikeroyok demonstran massa Protap”.
Awalnya pesan singkat itu tak ku gubris, tapi terhitung 2 menit berikutnya pesan singkat itu datang lagi dari nomor berbeda dengan tulisan : bang Safwan, kawan abang Ketua DPRD SU Azis Angkat tewas dibantai massa Protap”. Aku mulai ragu, goyah dan ingin cari tahu kebenarannya. Tapi ada daya ku, sebab aku masih harus mengikuti seluruh agenda diskusi yang sedang berjalan di kantor ku. Tangan ku pun gatal bermain SMS mengejar informasi tadi guna mencari tahu kepada rekan sejawat dari kalangan wartawan yang bertugas di DPRD SU. Ternyata jawabannya, “betul bang Safwan, sahabat abang telah berpulang kepangkuan-Nya”.
Pesan singkat yang terakhir sontak membuat tubuh ku lemas, keringat dingin mengucur deras, fikiran ku kacau, emosi ku memuncak dan perasaan semakin tak menentu. Ingin ku tinggalkan rapat demi mengejar pembaringan terakhir sahabat terbaik ku itu. Andaikan aku disampingnya, tubuhnya pasti kulindungi dari ganasnya demonstran yang tak berprikemanusiaan itu.
Ku akui, berita itu telah merenyuhkan hati ku. Aku kehilangan sahabat yang santun, teguh pendirian dan loyal berteman. Aku tak percaya kalau nasib sahabat ku begitu tragis melayang ajalnya oleh kesadisan massa demonstran. Aku marah dan benci kepada mereka yang begitu tega menghakiminya dengan kekerasan, penganiayaan dan pembunuhan.
Masih jelas suaranya di saat beliau menanyakan kabar keadaan ku. Sulit ku lupa tatkala nasehatnya yang selalu melingkari fikiran ku. Masih segar dalam ingatan ketika dia mengatakan jadilah seorang polisi yang dekat dengan masyarakat. Semua itu menjadi kenangan yang tak mungkin terlupakan.
Jika ku turuti emosi ini, ingin remukkan orang-orang yang berhati sadis yang telah merenggut nyawa sabahat ku. Aku tak rela sahabat ku tewas mengenaskan. Aku tak ikhlas sahabat ku ternaiaya hanya karena nafsu serakah, syahwat politik dan syahwat kekuasaan yang tidak dilandasi nilai kemanusiaan. Pemaksaan kehendak dengan sikap anarkis apalagi dengan merencanakan menghilangkan nyawa orang merupakan perilaku yang naïf, sadis, brutal dan zalim.
Dalam takziah aku berdoa; Ya Allah, ampunkan kesalahannya, terimalah amal kebajikannya, tempatkanlah ia di sisi Mu dengan keridhaan Mu. Ya Allah, kuatkan hati kami untuk menerima kenyataan ini, lapangkan fikiran kami untuk menebus segala kelemahan ini, dan teguhkan hati kami untuk menjaga keutuhan persaudaraan ini”.
Walau terasa pahit tapi aku harus terima kenyataan ini. Ku pasrahkan semua ini kehadirat Ilahi agar orang yang zalim itu mendapatkan ganjaran yang setimpal. Ku serahkan kepada hukum, agar keadilan ditegakkan dengan menjatuhkan hukuman yang setimpal pula.
Kepada keluarga yang di tinggal pergi, memang berat rasanya mengarungi kehidupan ini tanpa didamping orang yang selalu kita kasihi ,dan selalu mengasihi kita namun Tuhan sudah mengatur jalan kehidupan umat ini dan ia lebih mengetahui segala yang direncannakanNya. Aku yakin sahabatku almarhum pasti sudah membekali keluarganya tentang kesabaran dan menerima keadaan.
Harapanku kepada anak anak dari sahabatku, teruslah berjuang mengejar cita-citamu sesuai harapan dari almarhum. jangan pernah berhenti walaupun perjuangan almarhum sudah terhenti, nafasilah perjuanganmu dengan semangat hidup yang tinggi, semoga apa yang menjadi harapan dari almarhum terwujud.
Aku yakin perasaan ini sama dengan sahabat almarhum yang lain. Tetapi kita adalah menganut azas Negara hukum (praduga tidak bersalah) junjung tinggi hukum demi penegakkan keadilan . Kita percayakan institusi hukum mengusut tuntas kasus ini agar massa anarkis itu dijerat dengan hukum pula.
Aku berpesan kepada sahabat-sahabat semua, sekalipun berat tapi jangan kita turuti emosi diri. Jangan paksakan kehendak dengan curahan luapan emosi yang mengkerdilkan fikiran. Luapilah aspirasi dengan cara budaya bangsa yang santun, tertib, rasional dan manusiawi. Jangan ada lagi kekerasan, penistaan dan pengrusakan. Kau mau aku pun mau, tetapi mau itu lakukan sesuai dengan kemauan kita semua. Semoga kita belajar dari keadaan ini. Amiin yaa rabbal alamin !!

Medan, 11 Februari 2009


Drs Safwan Khayat M.Hum


Penulis, Alumni SMAN Neg I Medan dan Dosen UMA, Alumni Pascasarjana USU. Email; safwankhayat@yahoo.com

Minggu, 01 Februari 2009


Aku Bukan Pejabat,
Tapi Seorang
Sahabat

Kado Kenangan Buat Siantar Ku

Matahari terbit di ufuk timur menyinari bumi yang berputar seiring tanpa melalaikan sedetik pun rotasi jarum waktu. Sebuah kata pujian terucap rasa syukur kepada Sang Pencipta yang telah membentangkan hamparan bumi dengan gunung tinggi sebagai tiangnya, sungai dan laut sebagai penyuburnya dan daratan yang luas dengan segala isi ciptaan-Nya. Semua ini terjadi atas Kuasa-Nya yang setiap hari kita rasakan dan jalani selaras dengan denyut nadi, jantung dan jam kehidupan. Karunia-Nya tak akan bisa kita bayar kecuali wujud penghambaan diri kepada-Nya dengan sadar, tulus, ikhlas dan rendah diri.

Semua ini dilalui tanpa terasa 15 bulan sudah aku jejakkan tapak kaki ini di sebuah kota tempat aku mengabdi kepada Negara sebagai penegak hukum, pengayom dan pengabdi masyarakat. Di kota itu, berjuta pengalaman, kenangan dan cita berpadu dalam sebuah memoriam betapa diri ini telah menyatu dalam rajutan persahabatan. Tatkala ku alurkan fikiran ini, mereka merespon ku. Tatkala ku langkahkan kaki ini, mereka menyambut ku. Manakala ku lepaskan seluruh eksistensi ku, mereka menyapa ku dengan sapaan sahabat. Tak ku hitung berapa sudah waktu, fikiran dan tenaga yang teruai, sebab semua itu sangatlah tidak pantas untuk di hitung. Tetapi berjuta kenangan nyaris terhitung bersama warga, karena kenangan inilah yang pantas ku hitung.

Oh Siantar ku !! Darah yang setitik, rambut setiap helai, jantung yang berdetak dan dengusan nafas kehidupan menemani ku dalam suka, duka, durja dan canda tawa. Walau aku jauh dari keluarga ku, tapi Siantar ku selalu menemani tugas ku. Kau lah sahabat ku, mitra kerja ku, saudara ku, guru ku dan inspirasi ku.

Walau aku pernah menyapa mu dalam tugas waktu dulu (saat itu Kaur Regiden Satlantas Polres Simalungun 1999 – 2002) tapi tatkala aku kembali ditugaskan di tahun 2007-2008 (Wakapolresta P Siantar) kau telah menyentuh kalbu ku. Kau ajak aku pada pagi yang menggairahkan dengan dinamika Siantar, tapi kau hembuskan angin malam dengan kesejukan dan keakraban. Kita melebur menjadi satu kekuatan yang memberangus kehampaan dan kepura-puraan karena kita landasi dengan niat keikhlasan.

Siantar bagaikan Medan kota kelahiran ku tempat berkumpul keluarga, sahabat, guru dan siapa saja. Sulit aku bedakan walau akhirnya aku harus jujur membedakannya, bahwa Siantar adalah Siantar, Medan ya tetap Medan .

Ku sadari, fikiran ku kacau ketika ku paksakan diri ini berpisah dari mu. Jantung ku lemah dengan denyut nadi yang tak normal, sebab aliran darah persahabatan kini teruji dipisah oleh ruang dan waktu. Kaki ku gemulai meninggalkan kenangan Siantar yang telah kita rajut bersama-sama. Dada ku sesak, bibir bergetar berat seiring dengan geraian air mata yang mulai menumpuk di dua bola kornea mata ku. Tubuh besar ku gemetar bagai kehilangan energi hidup yang mengiris-iris seluruh persendian anatomi ku. Dalam bathin ini aku menangis sembari ku sisipkan doa ;
“Ya Tuhan, aku bersyukur atas anugrah dan karunia Mu, ku tundukkan kepala ku hanya semata menyembah Mu. Ku tengadahkan tangan ku hanya semata bermunajat atas keridhaan Mu. Ku geraikan persaaan ku, karena kepada Mu lah tempat ku mengadu”.

“Ya Tuhan, aku hina karena Engkau Penguasa. Aku bukan penguasa, sebab aku manusia durja di mata Mu. Aku bukan pejabat, tapi aku sahabat mereka. Aku adalah mereka, sebab mereka adalah aku. Jangan kau cabut ridho Mu, sebab aku terus merindukan ridho Mu”.

Masih ku ingat bekas piring sarapan pagi ku di warung Kok Tung, gelas air minum ku di warung pinggiran yang ditaburi abu jalanan, kolam pancing tempat ku berdialog dengan alam dan tempat mejeng ku bersama teman-teman Bikers Mitra Polri (BMP) dengan sepeda motor butut tua merk Honda C-90 rakitan tahun 1970-an.

Sulit ku lupa “tamparan” kritis sahabat ku yang mereka tuliskan melalui tinta pena jurnalisme. Mereka “dor” aku dengan senapan jurnalisnya, mereka tampilkan foto ku bagaikan aku seorang bintang Hollywood kelahiran Anak Medan. Mereka tulis prestasi institusi ku dengan jiwa persahabatan dan keikhlasan. Mereka protes aku dengan suaranya yang kritis, sok tahu dan sedikit lantam tapi aku suka.

Renyuh hati bila ingat saat aku nyantri bersama warga dan sahabat ku di sebuah pesantren yang mengajarkan kesederhanaan, kejujuran dan keikhlasan. Sungguh sebuah tampilan hidup yang menggambarkan kehidupan surgawi yang diajarkan guru ku pimpinan pesantren Darussalam KH Muhammad Bakri LC (yang akrab kami sapa Abun). Ulama kharismatik ini memiliki stereotype yang rendah hati, bersahaja, wara’, berani dan cerdas. Dada ku basah karena disirami kalimah zikir yang diajarkannya, otak ku encer dibaluti rentetan pertimbangan yang rasional darinya. Begitulah Abun ku hormati yang selalu menasehati kata hikmah menghujam persis tepat ke sanubari ku.

Masih teramat banyak bila ku uraikan jutaan kenangan Siantar ku. Tinta pena ini pastilah tidak cukup bila seluruhnya tumpah dalam gundah ku. Tetapi ku yakini bahwa setiap huruf yang keluar dari bibir pena tersimpan cerita indah yang ku simpul dalam resapan hati ku ini.

Jujur saja, hati berat menerimanya, tetapi aku harus tunduk dan patuh kepada Negara. Sebab Negara adalah milik kita, harapan dan masa depan kita. Kota tidak memisahkan persahabatan kita, sebab kota hanya memisahkan ruang dan waktu saja. Aku harus memenuhi tugas baru yang dipercayakan Negara kepada ku. Aku kembali ke kota kelahiran ku demi memenuhi rasa abdi ku kepada Negara. Bila jembatan hati ini terus terajut maka kita dapat menembus ruang dan waktu yang terpisah ini. Jembatan hati yang kita rajut bagaikan anyaman kain dipintal dengan jutaan helai benang. Semakin dirajut semakin kuat, padat dan indah, apalagi di hiasi dengan sentuhan persahabatan dengan corak warna kelembutan fikir dan zikir.

Siantar ku !! Tetaplah kita berfikir melahirkan inovasi yang berguna bagi peradaban kota , dan selalulah berzikir agar keridhaan Tuhan menyertai inovasi fikir kita. Jika kita selalu menggunakan fikir dan zikir, ruang dan waktu itu pasti akan menyatukan kita kembali.

Kita tidak boleh larut dalam kesedihan, sebab kesedihan yang larut menjadi penghalang gerak perjuangan. Perjuangan kita masih panjang demi mengabdi pada agama, nusa bangsa dan Negara. Mari kita jaga kota dengan kedamaian, keakraban dan rasa saling menghargai tanpa harus melukai sekalipun tajam terkatakan. Terimakasih Siantar ku, sahabat ku, mitra ku, saudara ku dan salam hormat buat guru ku. Inilah kado terindah yang bisa ku ucapkan sebagai bentuk kenangan bersama Siantar ku. Kini ku yakni diri ku, dan kau pun telah meyakini ku, bahwa Aku Bukan Pejabat, Tetapi Seorang Sahabat.

Drs. Safwan Khayat M. Hum
*PENULIS, Alumni SMA Neg.I Medan, UMA dan Dosen UMA, Alumni Pasca Sarjana USU, Mantan Kasatlantas Poltabes MS, Mantan Wakapolresta P Siantar. Email; safwankhayat@yahoo.com.

Derita bathin sang pohon.

Andai Pohon Bisa Bicara












Derita Bathin Sang Pohon !

Kami hanyalah makhluk lemah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kami bersujud kepada Tuhan yang menciptakan seluruh isi alam dengan hutan rimba yang menyejukan, laut yang luas dan dalam serta ruang kehidupan yang tak berujung dalam lingkaran bumi yang bulat. Kami dan engkau (manusia dan hewan) adalah hamba-Nya yang sama-sama menghuni bumi ini dengan batas waktu yang telah ditentukan. Kami dan engkau saling melengkapi agar Sunnatullah berjalan menurut qadar dan iradat-Nya.
Peran kami dan engkau tentulah berbeda, sebab kami memiliki keterbatasan gerak dan kesempatan. Engkau bisa bergerak kemana saja memperturuti hawa nafsu dan akal mu, tetapi kami hanya berdiri, bertahan dan berharap semoga kami dipelihara lalu diperhatikan demi kelangsungan hidup selanjutnya.
Kami bantu kesejukan alam ini dengan hembusan nafas zat HO2 dan O2 serta jutaan elektron ion kehidupan dari tubuh kami. Kami lenggokan kemolekan tubuh ini dengan lambaian dedaunan nan hijau penuh kelembutan manakala angin menyapa dengan hembusan persahabatan. Kami lindungi sekitarnya dengan hawa kesejukan tatkala sang Matahari betapa “sombong” menunjukkan kehebatan panasnya.
Tidak terhitung berapa banyak jenis kami yang dibabat oleh pembalakan liar di kawasan tempat kami hidup. Tubuh kami “dijajah”, dieksploitasi dan diperjualbelikan demi mengejar keuntungan duniawi yang tidak berbias bagi diri kami. Kami dijadikan komoditi yang mampu menembus pasar domestik dan internasional yang ditukar dengan nilai mata uang sesuai dengan ukuran tubuh dan berat badan kami. Kami diperdagangkan demi semata mengumpulkan kekayaan yang tak pernah kami nikmati sedikitpun. Padahal, kami hanya membutuhkan setitik air kehidupan yang menyirami dan membasahi tubuh kami agar ruang kehidupan duniawi tidak kering, panas, tandus dan menjengkelkan. Jikalau kami minta lebih dari itu, semisal pupuk atau sejenisnya, itupun tidaklah berlebihan bila dibandingkan dengan keuntungan materi yang diperoleh dari diri kami.
Kami dijadikan komiditi ekonomi dengan pola ragam bentuk yang dapat menghasilkan karya seni. Dengan kehebatan teknologi, kami bisa di pola menjadi kursi, meja, pintu, lemari, spring bed, kotak obat, perangkat keras rumah, pendopo dan entah apa lagi. Teramat banyak yang bisa dihasilkan dari tubuh kami sehingga kami menjadi bahan rebutan dengan segenap peluang dan tantangan yang ada.
Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Menciptakan kami dapat memberikan yang terbaik bagi sesama makhluk di luar tubuh kami. Dedaunan yang memperindah penampilan kami membawa manfaat bagi sebagian hewan yang dijadikan sebagai makanan pokok mereka. Bahkan, beberapa spesies dari jenis kami, daunnya bisa memiliki khasiat yang luar biasa guna menyembuhkan beberapa jenis penyakit manusia.
Tetapi, rasa syukur kami kepada Tuhan adakah berbalas dengan mensyukuri segala kebesaran Sang Ilahi yang menciptakan seluruh hamparan bumi dengan kekayaan yang terkandung didalamnya ? Adakah rasa syukur itu diwujudkan dengan perhatian menjaga lingkungan yang serta merta sama pula menjaga diri kami ? Sesungguhnya, penderitaan kami semakin membekas jikalau kami dieksploitasi terus menerus.
Tak cukup komoditi ekonomi, kami pun dijadikan hiasan politik oleh engkau yang berpesta demokrasi. Tubuh kami kembali dieksploitasi demi memperlihatkan ribuan foto close up dengan senyuman, wajah yang penuh harap, jutaan kata ajakan menempel di seluruh tubuh kami. Tubuh ini terasa berat menangung beban ribuan gambar-gambar itu. Belum lagi tajamnya paku yang menancap di tubuh kurus ini hingga melukai dan berdarah.
Mungkin sudah nasib bagi kami yang berada nun jauh dari mata, dimana kami tumbuh dan subur jauh dari amatan dan sentuhan di rimba sana. Kami yang berada di kota dengan dengan kelopak mata, engkau nyaris sia-siakan kami. Hampir tidak tersisa setiap tubuh kami di sepanjang jalanan kota dan luar kota bergantungan wajah-wajah mu. Selagi masih ada tempat di atas batang tubuh ini, engkau tanjapkan wajah mu di atas wajah ku. Kesalnya lagi, tak jarang sebagian anggota tubuh kami dipotong agar wajah manis mu dilirik orang lain. Padahal jujur saja, kami juga ingin tampil indah agar dilirik orang lain.
Heran..!! Apa sih salah kami? Mengapa kami harus berbaik hati sementara engkau sedikit pun tak pernah menyirami tubuh ini? Pernah engkau perhatikan kami tatkala kerongkongan ini kering dan haus ? Ingatkah kau kepada kami ketika keinginan mu terwujud ? Bisakah engkau kembalikan keindahan tubuh kami setelah semua ini berlalu ? Atau engkau biarkan saja foto diri mu menempel terus menutupi wajah kami ?
Yah !! mungkin sudah nasib kami yang selalu dieksploitasi. Kami hanya pasrah menanti waktu, hari dan musim yang pasti kami jalani. Kami hanya sebatang pohon bisu yang tertindih oleh kerasnya kehidupan manusia sesuai zamannya. Keuntungan ekonomi dan obsesi politik melengkapi penderitaan kami. Semua tak berbalas, sebab kami tidak pernah meminta balasan. Kami hanya menangis dan terus menangis seraya berdoa kepada Tuhan Yang Maha Penyayang ;
“Tuhan, gerakkan hati dan fikiran mereka agar peduli lingkungan dengan menjaga sesama ciptaan-Mu. Tuhan, Kau Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Jangan Kau jatuhkan keputusan azab-Mu hanya karena mereka rusak ciptaan-Mu sebenarnya mereka tidak mengetahui apa yang sudah mereka lakukan itu adalah salah . Sebab kami yakin, tidak ada yang lebih tinggi dari Mu”. Kepada Mu kami menyembah, dan kepada-Mu juga kami mohon pertolongan”.
Kami berharap dan terus berharap agar persahabatan kita dapat terjalin. Kami dan engkau saling melengkapi di setiap detik putaran waktu bumi. Persahabatan abadi ini wujud kepedulian kita kepada alam yang dititipkan Sang Ilahi.
Sayangi kami, sebagaimana kami menyayangi mu. Mari kita saling melengkapi dengan menjaga hubungan sesama makhluk hidup. Terimakasih kami ucapkan kepada engkau sahabat kami yang menyapa alam dengan ramah, peduli dan mau mengerti.

Medan, 28 Januari 2009

Drs. Safwan Khayat M.Hum

*Penulis, Alumni SMA Negeri 1 Medan, Alumni dan Dosen UMA, Alumni Pascasarjana USU. Email; safwankhayat@yahoo.com

Rabu, 07 Januari 2009

Menanti Matahari Terbit Kembali


PSMS Ku, Menanti Matahari Terbit Kembali

Menjelang siang tepatnya sang Matahari berada di ubun-ubun kepala, saya berniat balik di Mapolresta P Siantar setelah mengawasi anggota di lapangan sambil memantau situasi lingkar kota . Entah mengapa tanpa rencana, telepon seluler ku berbunyi muncullah nama di layar handphone seorang nama rekan sejawat yang bertugas di kantor Kejaksaan Simalungun. Telepon diangkat, singkat cerita aku meluncur ke ruang kerjanya..

Setibanya, kami berjabat tangan tersenyum sambil teman ku berucap, apa kabar bang Safwan ? Sehat, jawab ku mantap. Aku pun balik menyapa, abang bagaimana kabarnya ? Sama seperti abang Safwan, balasnya.

Beliau menyilakan aku duduk di kursi yang telah tersedia pada ruangan yang sederhana tetapi cukup enak dan sejuk karena ada airconditioner (AC) di ruangan itu. Bang Safwan minum apa ? tanyanya lagi. Saya sukanya air dingin, sambut ku. Koq minum es bang ? Nanti bang Safwan sakit, soalnyakan baru dari lapangan cuacakan cukup panas di luar ?, celotehnya. Gak apa bang, saya ingin minum dingin biar segar, jawabku.

Tak lama, datanglah minuman pesanan kami yang diantar seorang gadis yang berjualan di kantin kantor itu. Satu cangkir air dingin pesanan ku, sedangkan teman ku itu rupanya doyan kopi hitam yang kental. Eh rupanya, ada juga kue di atas piring kecil dengan cita rasanya yang enak.

Kami ngobrol santai tawa canda sambil sesekali meneguk minuman dan kue yang tersedia. Entah dari mana pembicaraan di mulai, tetapi kami serius membahas tentang masyarakat, hukum dan sesekali nyeleneh bicara politik.

Tak di sangka, teman ku itu bertanya di luar dugaan fikiran ku. Saya sedih lihat nasib PSMS Medan yang prestasinya tidak secemerlang dulu. Padahal, walau saya bukan orang Medan asli, tetapi PSMS sudah menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Utara, terangnya.

Aku kaget dan sangat shock, kenapa temanku menyinggung soal itu. Rupanya, setelah ku ikuti kata demi kata, beliau sangat mencintai tim kebanggaan kota kelahiran ku (PSMS), simpul ku.

Kami pun ngobrol soal PSMS Medan yang nama besarnya semakin pudar. Kekalahan sering dialami, sehingga memudarkan fanatisme dukungan bagi penggemarnya. Ciri khas permainannya pun tidak sekelas Ramli Yatim, Abdul Kadir, Nobon, Taufik Lubis, Suparjo, Sutrisno, Sumardi, Ricky Yakob dan skuad PSMS lainnya. Dulu, mayoritas tim PSSI dibanjiri pemain PSMS, sekarang paling hanya 2 orang saja, sesalnya.

Benak ku pun berputar, koq dia tahu nama-nama skuad PSMS zaman dulu, heran ku. Lalu ku simpulkan, betapa harumnya tim kota ku membawa harum provinsi ini ?

Tak terasa, obrolan kami menghabisi waktu ± 1 jam. Lalu kami berpisah sambil beliau berucap, lain waktu saya mampir ke kantor bang Safwan ? Saya tunggu ya ? sambut ku.

Aku pun balik ke Mapolresta P Siantar dengan mengendarai sepeda motor tua bermerk Honda Kijang C90 rakitan tahun 1970-an. Sepeda motor tua ini sering ku gunakan saat dinas di lapangan agar aku dapat lebih dekat dengan masyarakat.

Menuju Mapolresta, aku sampiri sejenak ada sejumlah warga sedang asyik ngobrol di warung kopi yang letaknya persis di bibir jalan. Ku parkirkan kereta butut ku persis di sebelah warung itu. Warga sontak kaget menyapa dan menghampiri ku.. Pak Safwan ada apa ke mari ? Ah enggak, cuma mau gabung minum teh, bolehkan ? tanya ku sok akrab. Bapak ini ada-ada saja, ya boleh la, kami pun senang pak Safwan mau duduk di warung ini ? sambut mereka. Lalu kami duduk berdekatan, aku pun mulai ambil ajang ku pesan air putih dingin lagi.

Seorang warga bertanya, dari mana pak ? Sepertinya baru ngontrol nich ? ingin tahunya. Oh ya, baru dari lapangan mengawasi situasi Kamtibmas kota ! tandas ku. Kami kaget lho, pak Safwan mau duduk di warung ? Kami kira ada yang mau ditangkap ? canda anak muda dengan lakon Bataknya. Kalian nich ada saja, saya kan juga sama seperti kalian ? jawab ku.

Kami pun larut dalam obrolan sambil menikmati segarnya minum teh manis dingin ku yang sedikit ditaburi abu jalanan. Tak kusangka anak muda yang suka mencandai ku tadi berceloteh. Pak Safwan, PSMS Medan tajinya sudah patah ya ? Mata ku terbelalak bagaikan mau copot. Koq sama ya pertanyaan anak muda ini dengan teman sejawat ku tadi ? heran ku. Aku semakin di cerca dengan tubian pertanyaan yang membuat dada ku panas dan kuping ku risih. PSMS Medan bukan lagi Ayam Kinantan, tapi ayam sayur ? seloronya tanpa memandang perasaan ku.

Aku ingin tahu apa motif pertanyaan mereka ini. Setelah ku investigasi, rupanya mereka fans berat dengan kesebelasan kesayangan ku. Mereka bangga dengan PSMS Medan walau mereka bukan anak Medan . Mereka sempat bernostalgia, tatkala PSMS Medan menjamu lawannya di Stadion Teladan datang jauh-jauh dari Siantar. Kami cinta dengan PSMS pak, sekaligus sedih nasibnya kini ? imbuhnya.

Dada ku yang panas perlahan-lahan dingin bagaikan tayangan iklan produk minuman yang dilakoni artis muda di televisi. Kuping ku tak risih lagi mendengar celoteh kolot mereka. Aku pun menyikapinya dengan sabar dan sadar bahwa beginilah nasib PSMS ku ? perih ku.

Ku lihat jam tangan ku sudah pukul 14.12 siang. Rupanya aku sudah 45 menit duduk bersama mereka. Aku pamit balik ke kantor sambil berjabat tangan akrab. Pak Safwan jangan marah ya dengan seloroh kami tadi ? harap pemuda yang buat dada ku panas tadi. Ah enggak, memang PSMS keadaannya ya begitu ! sambut ku.

Ku engkol sepeda motor butut ku dengan kecepatan 60 KM/jam. Maklum kereta tua tapi unik dan antik. Aku pun di lepas mereka dengan senyuman dan lambaian tangan.

Setiba di Mapolresta, aku langsung menuju ruang kerja ku dan duduk lesu terdiam. Ada apa dengan ku, mengapa hari ini orang-orang menyinggung tim kebanggaan ku ? sesak ku dalam dada. Apa yang harus ku lakukan, kalau kecintaan mereka semakin pudar di telan memudarnya nama besar PSMS Medan ku ? Lalu ku ambil pena dan secarik kertas putih polos. Ku goreskan pengalaman ini agar teman ku, saudara ku, keluarga ku dan orang-orang yang memiliki kecintaan dengan PSMS membaca keluh kesah ku.

Pena ku pun berbicara, PSMS ku harus bangkit sejaya dengan masa lalu mu. Jangan engkau hilangkan karisma mu yang mengharumkan kota ku, kota dia dan kota mereka. Sebab, PSMS bukan saja kebangkaan kota Medan , tetapi kebanggaan Sumatera Utara. Rupanya, mereka menanti terbitnya Matahari yang pernah menerangi persepakbolaan Sumatera Utara.

Pena ku seakan tak mau berhenti menuliskan satu persatu huruf kekecewaan. Apa salah mu hingga kau begini ? Kenapa kau ditelantarkan padahal jasa mu banyak ? Apa yang kita beri selayaknya PSMS telah memberi kejayaan dahulu ? Bisakah kita bangkitkan kedigjayaan PSMS ketika melumpuhkan lawan-lawannya dulu ? Banyak lagi celoteh sumpah serapah pena ku seakan tak mau berhenti.

Ku lihat jarum jam dinding tepat pukul 16.15 menit. Pena pun berhenti karena aku tersadar hendak shalat Ashar. Lalu pena ku tinggalkan menuju kamir mandi guna mengambil air wudhuk. Dalam ibadah ku berdoa; ya Tuhan, kapan Kau terbitkan lagi Matahari di kota ku ? Bisakah aku bersama teman ku membawa PSMS mengangkat kembali citranya yang menjadi kebanggaan kota ku ? Kepada Mu lah aku menyembah, dan kepada Mu lah aku memohon pertolongan ?


P Siantar Januari 2009
PE N U L I S
Drs Safwan Khayat M.Hum
*Alumni UMA dan Dosen UMA Medan, Alumni Pasca Sarjana USU, Mantan Kasatlantas Poltabes MS dan saat ini Wakapolresta P Siantar. Email ; safwankhayat@yahoo.com.

Kamis, 01 Januari 2009

Gagasi Hidup Dengan Berfikir Bentengi Dengan Berzikir

Tahun 2009 Gagasi Hidup Dengan Berfikir,
Bentengi Dengan Berzikir

Oleh,
Drs. Safwan Khayat M.Hum

Tulisan ini catatan kecil gugahan ruang perilaku kita di tahun 2008 agar lebih berbeda di tahun 2009 ini. Rangkaian perilaku kita dalam bertindak memutuskan sesuatu adakah dinafasi dengan berfikir dan berzikir sebagai kekuatan. Tanpa bermaksud menggurui pembaca, penulis mengajak pembaca bahwa selama ini kita lemah sekali menggandengkan dua kekuatan ini di setiap proses kehidupan ini.

Detik, menit, jam, hari, minggu dan bulan kita lalui dengan hayalan, harapan, kenangan, obsesi, tangisan dan canda tawa. Putaran detak jarum jam diiringi detak jatung kehidupan dalam menafasi seluruh aktifitas kita di tahun lalu. Semuanya telah berlalu di tahun 2008 dengan harapan di tahun 2009 muncul suatu perubahan hidup yang lebih baik, dinamis dan produktif.

Setiap kata yang terurai, janji yang terucap, arah kaki melangkah dan sikap yang diperbuat menjadi pengalaman yang tidak terlupakan. Andaikan kehidupan ini dituliskan ke dalam sebuah buku catatan harian, berjuta kata terangkai indah dan beratus anak pena habis terpakai di atas kumpulan lembaran kertas dengan ragam jenisnya. Bisa jadi, cerita indah tertulis lincah di atas jari jemari kegembiraan yang menggoreskan rangkaian obsesi dan prestasi yang di raih di tahun 2008. Tidak dipungkiri pula, sejumlah cerita buruk juga terkumpul dalam catatan itu di atas pena kelukaan yang penuh penyesalan, sumpah serapah, kegagalan dan entah apa lagi.

Kini semuanya menjadi cerita kenangan pahit, getir, manis dan bahagia masih belum lepas dari ingatan. Tahun 2009 harus menjadi milik kita, milik keluarga kita, milik sahabat kita dan milik semua orang tatkala awal pergantian tahun dilanjuti dengan putaran detik, menit, jam, hari, minggu dan bulan. Perubahan harus kita raih yakni dengan cara merubah pola berfikir dan orientasi diri merangkul kebersamaan. Di tahun ini pula, titian hidup diperkokoh dengan kekuatan fakultas fikir dan fakultas zikir di dalam diri. Dua fakultas ini harus berjalan beriringan tanpa boleh berjalan sendiri-sendiri.

Fakultas fikir yakni menata sistem berfikir logika sehat dengan perencanaan matang dengan memanfaatkan peluang dan merangkul seluruh potensi kemanusiaan. Tidak mungkin seseorang berhasil tanpa dukungan dan doa orang lain. Fakultas zikir adalah meneguhkan hati dengan rohani yang kuat, sejuk dan lembut dengan zikrullah agar kita lebih berjiwa besar serta mampu meredam emosi negatif yang kurang menguntungkan dalam hidup ini.

Kedua fakultas ini menjadi benteng diri tatkala menapaki rangkain agenda hidup di tahun baru ini. Di tengah situasi yang sulit dengan himpitan krisis ekonomi global, kedua fakultas ini dapat membantu kita dalam menyikapi setiap keadaan yang berhadapan dengan persoalan diri. Artinya, pembentukan fakultas fikir dapat membantu otak kiri dan kanan dalam mengolah data dan fakta guna menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Sementara fakultas zikir menyirami kekeringan rohani manusia yang dijadikan sebagai pilar keteguhan jiwa manakala berhadapan dengan situasi persoalan yang krusial (rumit). Berfikir dan berjiwa besar adalah implementasi dari dua kekuatan fakultas fikir dan zikir. Lakukanlah sesuatu yang berguna, jika kita ingin hidup berguna. Andaikan kita selalu berfikir dan berzikir, maka kita dijauhi dari hidup fakir dan sifat kikir.

Gagasi hidup dengan berfikir, akan membantu seluruh perencanaan hidup di muka bumi, tetapi bentengi pula dengan berzikir maka sesungguhnya hidup jauh lebih terarah menuju kebahagian hidup dunia dan akhirat.

Mengutip pesan pengetahuan dan moral yang diajarkan Rasulullah SAW dalam sabdanya yakni ;

Kalau engkau ingin hidup bahagia di dunia, maka gunakanlah fikir mu (ilmu). Jika engkau ingin bahagia di akhirat, maka gunakanlah zikir mu (ilmu). Jika engkau ingin hidup bahagia dunia dan akhirat, maka gandengkanlah fikir dan zikir mu.

Akhir catatan kelabu di penghujung 2008 isilah dengan awal catatan ceria di awal pergantian waktu di tahun 2009. Hapus hayalan yang menyesakkan otak dan dada, dengan menggantikannya dengan perencanaan dengan fikir dan zikir. Susunlah perencanaan diri dengan urutannya sesuai dengan skala prioritas dan batas kemampuan. Sebab, saat kini kita sedang melalui masa sulit krisis ekonomi global yang melingkari pendapatan ekonomi kita. Jauhi kepanikan, tetapi dekatkan ketenangan yakni dengan menggunakan pola fikir dan potensi zikir.

Tahun 2008 tidaklah berbeda dengan tahun 2009 jika kita lihat dari sisi ruang, waktu, hari, minggu dan bulan. Tetapi yang perlu kita bedakan yakni perencanaan diri yang terukur dengan pemanfaatan gagasan berfikir dan potensi berzikir. Di tahun 2009 ini pasti berlaku sama jika kita tidak merubah pola hidup dengan tahun lalu. Kesempatan tidak mungkin terulang andaikan kita tidak memeliharanya dan menggunakannya. Kesempatan tidak datang dengan sendiri, tetapi harus kita ciptakan dengan berbuat positif lalu datanglah kesempatan itu. Begitu pula pengalaman bukanlah musibah atau doa yang terkabul, tetapi pengalaman itu datang karena kelalaian atau keseriusan kita memanfaatkan kesempatan tadi.

Yang terpenting, kita bersyukur melalui tahapan pergantian waktu ini berjalan dengan mulus tanpa riak dan situasi yang menakutkan. Kedewasaan diri kita mulai tumbuh dengan perilaku yang positif sekalipun belum terwujud perubahan totalitas. Mulai hidup sederhana, karena keserdahaan bukanlah berarti kita miskin. Hiduplah dengan waktu dan rezeki yang tepat guna karena lebih terukur atas setiap hasil yang diperoleh. Adakah kita lebih sederhana melawan emosi hidup dengan bermegah-megah di tahun 2008 ? Bisakah kita bersabar sedikit memanfaatkan waktu dan rezeki secara terukur ? Apakah dominasi tindakan emosional lebih mengental daripada sikap rasional ? Mampukah kita menjaga prestasi dibandingkan prestise ? Inilah sekelumit urutan pertanyaan yang muncul dalam menyikapi pergantian tahun ini.

Bangsa kita bakal memasuki sejumlah aktifitas besar khusus pada ruang pentas politik. Disamping agenda krisis ekonomi, agenda politik seperti pemilihan umum (Pemilu) 2009 menjadi pesta politik paling akbar. Ada dua Pemilu yang kita hadapi yakni memilih wakil kita di parlemen dan memilih pimpinan nasional (Presiden dan Wakilnya). Gesekan dan konflik horizontal berpotensi terjadi dari para pendukung andaikan setiap perencanaan politik tidak melekatkan kekuatan fikir dan zikir. Diperhitungkan, tahun 2009 ini berlangsung seru karena adanya dua aktifitas politik yang paling akbar dengan kekuatan kontestan multi partai.

Kedewasaan berpolitik dengan kekuatan fikir dan zikir setidaknya menjaga ruang stabilisasi keamanan. Sikap politik yang tidak mengandalkan fikir dan zikir yang timbul hanyalah memaksakan kehendak atau cara-cara yang merusak tatanan hidup berbangsa. Begitu pula sikap menghamburkan uang demi mengejar jabatan dunia, padahal situasi krisis ekonomi saat ini hendaknya harus kita sikapi dengan kesederhaan dengan pemanfaat waktu dan rezeki tepat guna.

Penutup

Jika kita merasakan kegagalan, bukanlah membunuh seluruh obsesi kita yang masih panjang, tetapi kegagalan itu adalah obsesi tertunda yang memerlukan teknik hitungan matang.. Andaikan kita telah berhasil, jangan berpuas diri sebab kegagalan selalu mengintip kelalaian kita. Selamat tinggal tahun 2008 yang kini menjadi kenangan, selamat datang tahun 2009 menjadi awal masa perubahan. Kita gagasi setiap perencanaan dengan berfikir dengan dilapisi berzikir sebagai benteng diri. Mudah-mudahan di tahun baru ini ikut memperbaharui seluruh rangkaian pola hidup yang lebih positif dan produktif. Wallahu a’lam bishawwab !!

P. Siantar, 1 Januari 2009

P E N U L I S



Drs. Safwan Khayat M.Hum

* PENULIS, Alumni UMA dan Dosen UMA, Alumni Pasca Sarjana USU, . Email; safwankhayat@yahoo.com





Senin, 15 Desember 2008

Krisis Global


Krisis Global, Kita Harus Bisa Menahan Diri

Oleh: Drs Safwan Khayat M.Hum


Puluhan, ribuan dan mungkin jutaan nasib tenaga kerja di belahan dunia hanya bisa pasrah andai saja perusahaan tempat mereka bekerja terkena bias krisis ekonomi global di penghujung tahun 2008 ini. Kinerja dan prestasi para buruh/karyawan mulai terganggu akibat hempasan krisis global yang melanda perekonomian masyarakat dunia. Hayalan, harapan dan kenyataan berkecamuk andaikan nasibnya harus kehilangan pekerjaan yang selama ini sebagai fondasi ekonomi. Pekerjaan hilang, maka hilang pula pendapatan. Pendapatan hilang, pupuslah harapan dan tujuan. Pekerjaan dan pendapatan hilang, terancamlah masa depan yang terbunuh oleh sebuah tekanan krisis global yang menyisakan kekecewaan. Pelaku usaha kewalahan karena tingginya beban pembiayaan yang tidak sebanding dengan penjualan. Untuk menjaga stabilisasi produksi, perusahaan melakukan penghematan dengan mengurangi biaya produksi dan perampingan karyawan.
Sekalipun harga minyak dunia menurun tajam, krisis global terus berlanjut dengan tingginya suku bunga perbankan. Pelaku usaha kesulitan menghitung akses permodalan karena ketidakmampuan untuk mencicil hutang dengan bunga yang membengkak. Untuk bertahan, cara yang biasa dilakukan dengan menata penghematan melalui upaya penekanan pembiayaan dan mengurangi jumlah karyawan.
Di dalam negeri, dampak krisis global mulai menunjukkan pengaruhnya terutama pada kondisi keuangan (moneter) dan daya tahan pembiayaan perusahaan. Nilai kurs mata uang rupiah semakin terancam hampir mendekati Rp. 12.000/dollar. Bahan baku sulit di dapat yang disertai melambungnya harga beli. Situasi mulai bergerak ke arah kepanikan tatkala beberapa perusahaan mulai mengurangi jumlah tenaga kerjanya dengan modus pemutusan hubungan kerja (PHK). Suasana ini terus berlanjut diikuti munculnya aksi demonstrasi buruh/karyawan yang menuntut hak pekerjanya.
Meski belum besar, gelombang aksi demonstrasi akibat dari krisis global mulai bermunculan. Pemerintah kini mulai mengambil langkah-langkah guna mengantisipasi meningkatnya gelombang aksi demonstran yang pernah terjadi di Negara kita di tahun 1997. Ancaman PHK terus menghantui buruh/karyawan yang bisa berakhir dengan tangisan duka, kekecewaan, kerawanan dan keamanan. Kehilangan pekerjaan dapat merusak dimensi kemanusiaan yang dapat bersikap brutal dan kasar.
Tulisan ini ungkapan secercah atas fenomena krisis global yang harus disikapi dengan kelembutan tanpa panik. Kelembutan biasanya berakhir dengan kedamaian yang menjadi modal sosial bagi kita untuk menjaga keamanan. Kepanikan pasti berakhir dengan kemarahan dan kekerasan yang berujung lahirnya tindakan menyimpang merusak tatanan nilai kemanusiaan.

Menahan Diri
Terasa sulit bagi setiap orang menerima sebuah kenyataan di luar jangkauan keinginan. Apalagi hancurnya usaha dan kehilangan pekerjaan menjadi beban mental yang cukup berat untuk ditanggung. Beratnya beban biaya hidup dan tingginya biaya pendidikan menjadi beban yang harus ditalangi tanpa bisa ditunda. Kepanikan wajar terjadi karena ruang harapan dan kenyataan bersinggungan tanpa saling melengkapi. Jika kita tidak mampu menahan diri, tindakan konyol semakin menambah daftar persoalan diri yang sepatutnya harus dijauhi.
Buat bangsa kita, krisis ekonomi bukanlah suasana yang baru. Beberapa fase krisis pernah kita lalui seperti tahun 1950-1960-an, 1997-1998 dan 2008 ini. Pada tahun 1950-1960-an, negara kita pernah mengalami resesi ekonomi setelah melepaskan diri dari penindasan bangsa kolonialis. Gejolak politik dan ekonomi merubah kondisi negara kita untuk bangkit mengisi kemerdekaan yang terbelenggu oleh penjajahan. Situasi bangsa cukup kacau, ekonomi sulit, instabilisasi terjadi dan ancaman disintegrasi mendesak kesatuan bangsa kita. Belum lagi selesai kasus internal politik akibat gerakan sparatis dengan sejumlah aksi pemberontakan, aksi demonstrasi terus bermunculan hingga meriuhkan situasi sosial bangsa ini.
Di tahun 1997-1998 pasca jatuhnya regim Orde Baru, suasana yang sama juga terjadi. Krisis ekonomi juga melanda bangsa kita yang berujung PHK besar-besaran, demonstrasi massal dan reformasi politik. Instabilisasi juga terjadi dan ancaman disintegrasi kembali terulang yang dipicu kuatnya sentiment politik-ekonomi terhadap regim yang sedang berkuasa. Keutuhan negara kembali dipertaruhkan yang hancur lebur oleh situasi sosial yang panik, brutal dan anarkis. Korban jiwa berjatuhan ditambah lagi hancurnya sejumlah bangunan fasilitas umum yang di rusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Dari dua peristiwa ini (1950-1960-an & 1997-1998) harus menjadi pelajaran bagi kita dalam menyikapi krisis global di tahun 2008 ini. Bangsa kita jangan mengulangi suatu tindakan yang merugikan diri sendiri. Sikap menahan diri menjadi perilaku yang paling bijaksana untuk tetap menjaga hati dan fikiran memahami situasi krisis global ini. Sikap menahan diri ini dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya; menjaga emosi dengan selalu menyandingkan fikiran dan hati, melakukan penghematan pengeluaran ekonomi, membatasi pergaulan bebas yang menyimpang, meneguhkan ibadah yang kuat dengan kegiatan keagamaan dan selalu menoleh pengalaman masa lalu dengan mengambil manfaat.
Menahan diri berarti kita ikut menjaga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang paling penting kita jaga. Tindakan brutalisme yang menjurus perilaku anarkis adalah wujud perilaku sia-sia yang merusak tatanan interaksi dalam ikatan sosial. Pengalaman masa lalu menjadi pelajaran penting bahwa hidup dalam suasana mencekam jauh dari ketenangan dan kedamaian. Bagi kita yang pernah merasakan dampak krisis ekonomi jangan mengulang sejarah kelam yang pernah singgah dalam catatan sejarah bangsa ini.
Krisis global bukanlah akhir dari kehidupan. Krisis global adalah hasil dari persekongkolan yang serakah menumpuk kekayaan dengan mengorbankan nilai fundamental kemanusiaan. Sejumlah kalangan yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan kapital (keuangan) dengan menganut azas ekonomi global menindas fondasi ekonomi dunia yang sepatutnya tidak perlu terjadi. Perilaku ekonomi kapital inilah yang menciptakan suasana menjadi buruk terutama terganggunya sistem ekonomi moneter, goncangan bursa saham dan rusaknya lalu lintas perbankan.
Perilaku solidaritas menjadi sikap yang paling santun kita lakukan dengan menjaga harmonisasi komunikasi dengan segenap elemen masyarakat. Kita mulai lebih waspada atas segala aksi yang menjurus makar yang merusak tatanan stabilisasi keamanan bangsa ini. Berfikir positif, berjiwa besar dan bertindak akomodatif adalah perilaku yang paling sesuai dengan selalu bersikap hidup hemat, cermat dan tepat. Mari kita pertahankan keutuhan, persatuan dan kesatuan sekalipun krisis global terus mencekam ekonomi bangsa kita.

Rabu, 26 November 2008

Duka Mangkubumi


Duka Mangkubumi dan Perubahan Kaum

Di malam yang hening dan sunyi dengan nyilur angin berhembus menusuk sum-sum nan dingin terbesit renyuhnya hati merasakan larutan duka saudara kita pada tragedi Mangkubumi. Di malam itu selepas menghambakan diri kepada sang Khaliq Tuhan Yang Maha Agung, aliran darah yang setitik, rambut yang sehelai menyatu dalam detak jantung dan fikiran tentang nasib masa depan mereka. Tragedi itu berakhir dengan kesedihan, kepedihan dan kepasrahan yang bermuara dengan sebutan Duka Mangkubumi.

Duka Mangkubumi menjadi duka kemanusiaan yang dirampas kejamnya si Jago Merah melahap dengan laparnya dengan membakar harta, cerita, cinta, angan dan masa depan. Gumpalan api yang lapar hanya menyisakan bangkai bangunan dan puing-puing kedukaan yang telah meluluhlantakkan area kawasan. Merahnya api seketika menghitamkan kawasan itu tanpa memperdulikan tatapan sedih dan ratapan pedih.

Tragedi ini adalah Duka Mangkubumi yang harus kita sambut dengan sikap kemanusiaan melalui uluran tangan yang ikhlas guna menjemput perhatian, semangat dan kesetiakawanan. Ratusan bahkan miliaran harta benda hilang, tetapi triliunan cita, harapan dan masa depan ikut terbakar. Masa depan suram, pendidikan anak terancam dan kegundahan mulai mencekam.

Di atas pusaran sajadah ke dua tangan ikut bertengadah dengan munajat doa agar dapat menyelimuti tidur mereka di malam itu. Cucuran air mata ikut meramaikan munajat doa kepada Tuhan Yang Maha Penyayang atas hamba-hamba-Nya. Ternyata, munajat doa tidak cukup menyelimuti nyenyaknya tidur mereka, sebab masih ada desakan lain yang harus dilakukan guna menghapus Duka Mangkubumi. Lalu kedua tangan ini meraih sebatang pena yang bergulir begitu cepat menetaskan goresan gagasan agar kita harus berubah.

Putaran jarum jam berpacu dengan cepatnya goresan pena sambil melemparkan secercah pertanyaan tentang tragedi itu. Apakah Duka Mangkubumi terbakar karena ditentukan manusia atau ketentuan Tuhan ? Bagaimana nasib mereka dan anak-anaknya? Apakah Duka Mangkubumi harus berakhir dengan seperti ini? Ataukah masih menyusul duka-duka berikutnya ?

Duka Mangkubumi adalah fenomena nyata bahwa kawasan padat peduduk ini menjadi sorotan bagi siapa saja. Daftar pertanyaan di atas hanya sebatas tajamnya pena mengejar fenomena itu tanpa bermaksud menimbulkan prasangka. Tetapi kita harus berfikir jernih bahwa setiap kesempitan pasti ada kelapangan, setiap kesulitan selalu ada jalan kemudahan, dan di antara itu pula segala sesuatu urusan hanya kembali kepada Tuhan Pencipta Alam.

Amal kebajikan harus kita rajut dalam ikatan persaudaraan dengan membangun jembatan hati di atas pilar kesetiakawanan. Jembatan hati menjadi lintasan kehidupan dalam melangkah dengan sebuah keniscayaan bahwa segala sesuatu hanyalah pinjaman yang dititipkan Tuhan kepada umat manusia. Duka Mangkubumi menjadi bagian dari proses sirkulasi kehidupan yang dinyatakan dalam ketentuan Iradat Tuhan bahwa segala sesuatu pasti kembali kepada-Nya. Sesuatu itu adalah apa saja yang kita miliki, rasakan dan nyatakan akan dituntut pertanggungjawaban dalam sebuah sidang akbar kemanusiaan pada akhirnya nanti. Perbuatan baik dan buruk akan di balas menurut kadarnya, begitu pula kezhaliman pasti dijawab Tuhan dengan kemurkaan. Na udzubillahi min dzalik!!

“Bagi orang yang melakukan suatu perbuatan baik, maka Tuhan membalas dengan yang baik, bagi mereka melakukan perbuatan buruk sekalipun mereka memiliki harta dan kekuasaan, maka mereka pasti menebus dirinya. Orang seperti ini Tuhan siapkan perhitungan yang buruk dan tempat kediaman mereka neraka Jahanam. Seburuk-buruk tempat adalah neraka Jahanam. (QS. Ar Radu; 18).

Perubahan Suatu Kaum

Kita perlu perubahan ke arah yang lebih baik guna mengurangi sifat ego diri yang terkadang membuat kita gagal dalam hidup. Perubahan itu yakni perubahan atas pola tindak, landasan berfikir, teknik pengambilan keputusan dan pola kepemimpinan. Perubahan itu harus syarat dengan sisi kemanusiaan sebagai wujud perilaku hukum berkeTuhanan dengan menjaga kemaslahatan alam. Jika kita gunakan Firman Tuhan dalam kitab suci yang Agung, perubahan itu sendiri sangat bergantung diri manusia.

“Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu yang melakukan perubahan. Apabila Tuhan menghendaki situasi buruk (kacau) kepada kaum itu, maka tidak ada yang dapat menolaknya, tidak ada yang bisa berlindung dari Dia”.(QS Ar Radu; 11)

“Sesungguhnya Allah tidak merubah suatu nikmat yang telah dianugrahkanNya kepada suatu kaum, tetapi kaum itu yang merubah nikmat yang ada pada dirinya sendiri”. (QS Al Anfal 53)

Perubahan suatu proses meninggalkan atau melepaskan suatu keadaan menuju target-target kehidupan/perjuangan. Target kehidupan itu lebih menitikberatkan pada suatu ruang kehidupan yang lebih akomodatif, adaptif dan produktif. Namun tetap saja dalam prosesnya, perubahan tidak bisa lepas dari pengorbanan dan dikorbankan.

Duka Mangkubumi memberi inspirasi atas rangkaian peristiwa yang ada bahwa nafas perubahan selalu menyita waktu untuk mengkaji haruskah ada pengrbanan atau dikorbankan. Duka kemanusiaan itu adalah sample dari nafas perubahan yang berujung pada ruang kenyataan tatkala tujuan, harapan dan kenyataan bersinggungan. Apakah Duka Mangkubumi menjadi awal dari perubahan kaum yang ditentukan manusia atau ketentuan Tuhan ?

Dasar dari perubahan adalah nilai kesadaran yang bersikukuh melepaskan pola lama menuju arah yang positif. Kesadaran ini begitu perlu sebab menjadi pilar diri menjemput perubahan. Kesadaran melahirkan perilaku positif paling ampuh menggagalkan perbuatan sia-sia. Agama juga mengajarkan kita bahwa tanpa kesadaran maka perbuatan merugi lagi sia-sia bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.

Duka Mangkubumi merupakan tragedi yang berujung dengan luka kepedihan. Luka kepedihan yang larut dapat menghambat perubahan kaum. Caranya kita harus mengobati dengan membalut motivasi, sabar, ikhlas dan nilai taqwa bahwa cobaan ini juga bagian dari gerakan perubahan kaum. Cukupkah itu, tentu tidak !! Kebijakan juga mempercepat perubahan dengan landasan kemanusiaan pula. Rehabilitasi, renovasi dan rekondisi lokasi kejadian harus syarat pula dengan nilai kemanusiaan yang tidak bisa ditawar. Jika tidak, Duka Mangkubumi pasti terus tanpa memperhatikan tujuan perubahan yang diharapkan mereka.

Mari kita ganti duka dengan suka, luka dengan bahagia, durja dengan candatawa. Mangkubumi harus kembali tersenyum melalui nafas perubahan dengan meninggalkan masa tekanan dengan masa pengembangan. Perubahan yang beradab menjadi cita-cita, sebab perubahanlah yang mampu menjemput kehidupan yang lebih beradab pula. Tetapi yang terpenting, perubahan kaum yang berkemanusiaan tidak akan bisa berdiri tegak tanpa dilandasi sikap berkeTuhanan. Wallahu a’lam bi shawab..!!

P. Siantar, 24 Nov 2008

Drs. Safwan Khayat M. Hum
Penulis, Alumni dan Dosen UMA, Alumni Pascasarja USU Email; safwankhayat@yahoo.com dan http://selalukuingat.blogspot.com

Rabu, 22 Oktober 2008

MEDAN DAN HUJAN


Renungan
Medan dan Hujan.
Oleh : Drs. Safwan Khayat, M.Hum

Gumpalan awan hitam terus bergerak yang telah mencurahkan hujan membasahi tanah Medan hingga ke ubun-ubun bumi yang paling dalam. Medan basah oleh hujan yang deras sebagai pertanda cucuran karunia Tuhan Yang Maha Esa seakan tiada pernah putus melingkari Rahmat-Nya.. Curahan karunia Tuhan menjadi i’tibar bagi kita bahwa hujan bukanlah bencana tetapi limpahan karunia-Nya di atas kekuasaan-Nya yang menjadikan seluruh hamparan bumi menjadi subur oleh siraman hujan. Setiap titik air dari jutaan titik air hujan membawa harapan kehidupan bahwa air menjadi sumber penghidupan manusia di muka bumi. Setitik air menjadi penyambung kehidupan makhluk di muka bumi dengan kesegaran dan kekuatannya telah menambah daftar panjang kehidupan seluruh ciptaan Tuhan.

Hujan bukanlah bencana, tetapi hujan adalah rahmat dan karunia Tuhan yang patut kita syukuri. Hujan menjanjikan sebuah kehidupan yang hidup dengan sifat kelembutan, kesejukan dan terapi pertumbuhan. Begitulah jika hujan turun maka bumi dan seluruh penghuninya mensorak ceria menyambut datangnya air keberkahan.

Seandainya kita tidak bersyukur atas limpahan karunia Tuhan dengan menjaga, merawat dan memperbaiki nikmat yang pernah dirasakan, maka hujan menjadi serangan yang menakutkan oleh orang-orang yang tidak menyadari rahmat dan karunia Tuhan. Gumpalan jutaan air hujan dapat menjadi suasana menjadi mencekam tatkala fasilitas alam yang kita nikmati tidak terawat. Bumi akan terendam oleh derasnya serangan hujan yang menikam tajam sampai ke sumsum perut bumi. Derasnya hujan, bumi tidak mampu menampung dikarenakan fasilitas alam terbengkalai dan dirusak. Hutan di babat tajam hingga tidak menyisakan akar kehidupan, sistem drainase yang terbengkalai hingga tidak mampu menyambut curahan hujan, sampah yang menumpuk seakan tidak enggan keluar dari lingkaran kebersihan dan sungai pun enggan menyambut datangnya hujan karena penuh dengan tumpukan kotoran.

Jika hujan tiba, kota Medan seakan cemas bagaikan di serang balatentara dari Tuhan. Gumpalan awan hitam dengan ledekan bom halilintar mengeluarkan jutaan peluru air hujan memberangus seluruh sisi kota Medan. Medan tergenang, Medan banjir dan Medan tenggelam. Sungai-sungai menolak kedatangan hujan yang akhirnya memuntahkannya kedaratan. Parit atau selokan juga tidak mampu berbuat banyak hanya bisa pasrah dan berdoa semoga sistem pembangunan lebih mengutamakan perawatan daripada keuntungan. Badan jalan penuh genangan air dan menjadi rusak di makan ketamakan. Pohon bertumbangan sambil mengintip siapa sasaran yang menjadi korban. Lalu lintas semakin amburadul karena tidak mampu menangkis serangan hujan.

Duhai kawan, aku, kamu, kami, kita, mereka dan siapun dia yang menjadi Medan sebagai kota pengharapan mari kita rawat dan jaga. Jangan sampai terjadi rahmat dan karunia Tuhan berujung kepada bencana. Hujan bukan lawan tetapi dambaan bagi makhluk hidup yang ada di muka bumi. Ketajaman hujan menjanjikan jutaan harapan dari setiap butir air yang tercurah membahasi kota Medan. Tetapi ketajaman hujan menjadi menakutkan ketika ruang kemanusiaan tidak lagi menjadi modal dalam merawat kota Medan.

Kita harus menyakini dan tetap meyakini bahwa Hujan adalah janji Tuhan yang mampu menghasilkan jutaan pengharapan. Hujan menyuburkan tanaman, menggemburkan lahan, menyejukan alam, membasahi sisi kekeringan dan melenturkan ketegangan. Hujan menjadi siksaan manakala manusia tidak pernah menghargai hasil cipta, karya dan karsa yang sepatutnya untuk kemaslahatan pula. Mudah-mudahan, Medan tetap bersyukur atas kedatangan hujan tanpa rasa cemas dan ketakutan.

Penulis, Alumni dan dosen UMA, Alumni Pascasarjana USU, Email; safwankhayat@yahoo.com

Senin, 06 Oktober 2008

Sadar Lingkungan Selamatkan Medan 10 Tahun Kedepan


Suasana lingkungan kota Medan semakin tidak menentu tanpa arah yang pasti. Beberapa indikasi tidak menentunya wajah pembangunan lingkungan kota dapat dilihat dari situasi sampah yang berserakkan, jalanan berlobang, terbengkalainya penataan pertamanan, semakin parahnya kemacetan lalu lintas, sistem drainase yang asalan dan modus pembangunan fisik yang kurang memperhitungkan analisis dampak lingkungan sekitarnya. Indikasi lain yang menjadi persoalan lingkungan kota juga ditemukan seperti median jalan yang hancur, gangguan pada trafic light di beberapa persimpangan, lampu taman yang mulai rusak, penataan perparkiran yang kurang memperhatikan ruang jalan, pekerjaan proyek fisik yang kurang memperhatikan situasi lingkungan, ketidak tegasan penertiban pedagang dan limbah yang ditumbulkannya dan penindaktegasan terhadap pabrik atau perusahaan tertentu yang membuang limbahnya sembarangan.
Semua indikasi ini berkaitan erat dengan penataan lingkungan kota Medan yang dampaknya dapat merubah wajah dan situasi pembangunan kota menjadi kumuh dan pemborosan. Perlu suatu perencanaan yang terukur, terarah dan matang dalam menata kota Medan mendatang dengan membentuk suatu sistem sinergisitas kerja dengan melibatkan seluruh potensi, elemen, instansi/lembaga dan kedinasan di atas tekad bahwa kota Medan milik dan kepentingan bersama. Rasa memiliki dan sikap kepentingan bersama yakni bahwa kota ini bukan sekedar sebuah kota persinggahan sementara, tempat bekerja dan atau kota rekreasi, tetapi kota Medan adalah tempat kita menetap tinggal dengan relatifitas waktu tertentu.
Apapun tolak ukur kita menjadikan kota Medan sebagaimana yang kita mau, bagi warga yang memanfaatkan kota ini sesuai dengan jenis penggunaannya, kota Medan telah memberi manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Tidaklah etis jika penataan kota ini diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah kota (Pemko) Medan sementara kita memanfaatkan fasilitas dan sarana yang dibangun Pemko Medan dijadikan untuk keuntungan pribadi. Tidak pula bijaksana kita berbuat semaunya di kota ini sementara orang lain juga punya hak yang sama tetapi menyadari tidak mungkin melakukan semaunya tanpa memperhatikan lingkungan sekitar.
Sepatutnya, rasa malu harus kita tanggung bersama bagi siapa saja yang mengambil manfaat atas kota Medan. Tanpa terkecuali, kalangan birokrat, pengusaha/pedagang, guru/dosen, PNS, TNI, Polri, pelajar/mahasiswa, buruh/karyawan, elitis partai politik, LSM, praktisi dan siapapun yang memanfaatkan fasilitas kota ini untuk kepentingannya wajib menghargai, melestarikan dan menjaga segala wujud pembangunan kota Medan. Disinilah dibutuhkan mentalitas kesadaran, kejujuran dan tanggungjawab kita bersama. Memang tidaklah mudah menuntut kesadaran, kejujuran dan tanggungjawab bagi penghuni kota Medan yang heterogen (ragam populasi budaya), tetapi bagi kita tetap optimis dan meyakini bahwa hidup harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan Manusia.

Dalam menata kota ini dibutuhkan suatu mentalitas sikap sadar lingkungan guna menyelamatkan kota Medan sepuluh tahun mendatang. Setidaknya yang perlu dilakukan tiga pendekatan yakni ; 1) pendekatan kultural, 2) pendekatan spritual dan 3) pendekatan struktural.
Pertama, pendekatan kultural adalah pola menggungkap dan menggugah sistem tata aturan perilaku etos kerja yang dianut pada masing-masing budaya. Setiap budaya memiliki nilai luhur yang tinggi mengajarkan mentalitas sadar, jujur dan tanggungjawab. Nilai luhur ini harus ditonjolkan pada masing-masing budaya sehingga ruang kompetisi pada masing warga penganut budaya ikut mendorong menonjolkan budayanya. Peran serta pemuka adat sangat strategis membangkitkan nilai luhur masing-masing budaya ini sehingga kemajemukan budaya di kota ini menjadi lebih positif dan produktif.
Kedua, pendekatan spritual merupakan pola ibadah jiwa keagamaan dengan mengajarkan sikap sadar, jujur dan tanggungjawab. Setiap agama mengajarkan penganutnya untuk berlaku amar ma’ruf nahi munkar (berbuat baik dan menjauhi kekejian). Perbuatan baik adalah tujuan dari seluruh perbuatan agar bermanfaat bagi diri, orang lain dan lingkungan sekitarnya. Perbuatan baik ini menjadi ibadah yang bernilai pahala. Bagi pelaku tindakan keji adalah suatu perilaku yang dilarang dalam agama yang bernilai dosa. Peran pemuka agama sangat strategis memperbaiki moral warga di kota ini.
Ketiga, pendekatan struktural yakni pola tindak dan kebijakan yang terukur, terarah, terencana dan menyentuh dengan memanfaatkan seluruh potensi Pemko Medan melalui job networking system (sistem jaringan tugas) kedinasan/instansi unsur Muspida dan Muspika kota Medan. Pola tindak dan kebijakan Pemko Medan menjadi wujud konkrit program pemerintah dalam menata pembangunan kota yang berwawasan kulturalis dan spritualis.
Penataan kota yang tidak kalah pentingnya adalah penataan fisik kota terutama pada sarana transportasi angkutan umum dan lalu lintas. Sarana transportasi dan lalu lintas juga tidak bisa dipisahkan dari kepentingan pembangunan lingkungan. Transportasi yang tertib dapat mengurangi angka kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.
Bagi masyarakat kota, dalam hal penggunaan transportasi angkutan umum dan lalu lintas membutuhkan tiga hal yakni 1) rasa aman; 2) rasa nyaman dan 3) adanya kepastian. Transportasi angkutan umum yang mampu menciptakan ketiga hal diatas menjadi rebutan bagi setiap penumpang yang menggunakannya. Rasa aman yang dijaga yakni aman dari bahaya pelaku kriminal atas diri dan barang bawaan. Rasa nyaman yang ciptakan yakni dengan cara membuat penumpang betah dan tenang di dalam kendaraan menuju tujuan dengan tidak berdesak desakan . Sementara adanya kepastian yakni adanya ketepatan dan hitungan waktu yang menjadi pedoman penumpang menuju tujuannya. Adanya tiga hal ini kebutuhan warga menggunakan jasa angkutan umum meningkat dan dapat mengurangi kepadatan lalu lintas di jalan raya.

Penumpang lebih banyak menggunakan jasa angkutan umum daripada menggunakan kenderaan pribadi sebab rasa aman, nyaman dan adanya kepastian dapat dipenuhi. Penggunaan kenderaan pribadi dapat ditekan jumlahnya sebab jasa angkutan umum mampu memenuhi kebutuhan penumpang selama dalam perjalanan menuju tujuan. Berkurangnya kepadatan lalu lintas ikut mempengaruhi rendahnya efek kontaminasi lingkungan yang ditimbulkan dari limbah bahan bakar kendaraan.
Untuk mewujudkan tiga hal tersebut, dibutuhkan sebuah penataan sistem transportasi dengan menyediakan jenis transportasi angkutan umum massal yang sesuai dengan jenis kebutuhannya. Ketersediaan jenis transportasi seperti ini tentu harus didukung oleh fasilitas sarana jalan yang relevan dengan ketiga konsep di atas. Guna mewujudkan ini sangatlah tidak mudah sebab membutuhkan biaya besar dan perencanaan yang matang. Tetapi kita yakini jika kebersamaan ini dilakukan dengan tiga pola pendekatan di atas (kultural, spritual dan struktural) kota ini dapat kita tata demi menyelematkan masa depan wajah pembangunan kota sepuluh tahun mendatang. Kesimpulannya, penataan kota sangat berkaitan dengan penataan lingkungn kota itu sendiri.

Penulis
Drs. Safwan Khayat M.Hum
Penulis alumni dan dosen UMA serta alumni Pascasarjana USU,
. Email ; safwankhayat@yahoo.com

Rabu, 17 September 2008

Ramadhan Bulan Keberkahan Rezeki Manusia



Puasa suatu proses kaderisasi diri dengan kebulatan tekad dan kesungguhan hati menerapkan pola tindak yang rendah hati, kesadaran sosial, berfikir positif, menjauhi prasangka buruk dan kesetiakawanan. Kekuatan puasa mampu menciptakan keseimbangan diri untuk hidup dalam berkeadilan, kematangan jiwa, merajut silaturrahmi dan persatuan yang abadi.
Islam mengajarkan bahwa kewajiban ibadah puasa hanya berlaku setiap datangnya bulan Ramadhan. Bagi umat penganut agama Islam di seluruh dunia menegakkan ibadah puasa secara bersama-sama menjadi ibadah wajib tatkala bulan suci Ramadhan tiba. Walaupun Islam mengajarkan adanya beberapa ibadah puasa di luar bulan Ramadhan, tetapi keutamaan (fadhillah) puas Ramadhan jauh lebih tinggi dengan ribuan manfaat dan pahala yang dijanjikan Allah SWT. Ibadah puasa Ramadhan dijadikan Allah SWT sebagai bulan pengampunan (maghfirah) dengan jutaan keberkahan. Salah satu keberkahan bulan Ramadhan, sekecil apapun perbuatan amal kebajikan dijanjikan Allah SWT dengan balasan pahala yang berlipat ganda.
Dasar menjadi kewajiban umat Islam menegakkan ibadah puasa di bulan Ramadhan dituliskan dalam Al Qur’an surat Al Baqarah 183 dan185 yaitu ;
Bagi orang yang beriman, diwajibkan kamu berpuasa seperti orang sebelum kamu juga telah diwajibkan agar kamu bertaqwa.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang ditentukan untuk berpuasa merupakan bulan yang diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai pentujuk manusia dan memberikan penjelasan mengenai petunjuk itu dan menjadi pembeda atas segala yang haq dan bathil. Bagi siapa saja yang menetap tinggal dalam suatu negeri di bulan itu, maka wajiblah ia berpuasa, tetapi bagi siapa saja yang sedang sakit atau dalam perjalanan (berbukalah), tetapi ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya pada waktu yang lain.
Bila kita amati secara sosial, keberkahan bulan Ramadhan juga dapat dirasakan seluruh kalangan. Bukan saja bagi umat Islam sendiri, tetapi juga dirasakan umat beragama lainnya. Bagi para pedagang dalam menyambut dan berakhirnya bulan Ramadhan selalu meraih keuntungan yang lebih di luar bulan ini. Begitu pula pihak lain seperti petani, peternak, karyawan, pekerja bangunan, dosen/guru dan pelaku wiraswasta lainnya ikut merasakan keberkahan bulan Ramadhan. Untuk karyawan yang bekerja di instansi pemerintahan dan swasta turut pula memperoleh rezeki yang berlebih yang biasanya diperoleh menjelang berakhirnya bulan Ramadhan. Biasanya mereka memperoleh rezeki tambahan tersebut dalam bentuk tunjangan hari raya (THR) dengan penyesuaian gaji/honor yang mereka peroleh masing-masing.

Rezeki yang diperoleh yang dibelanjakan untuk keperluan sandang dan pangan hendaknya rezeki yang dinyatakan sebagai bentuk hasil perbuatan yang halal. Keberkahan Ramadhan dengan rezeki yang halal lagi baik membuktikan bahwa keutaman bulan suci ini bukan saja milik umat Islam tetapi ikut memberi manfaat bagi umat lainnya. Rezeki yang halal lagi baik adalah rezeki berkah yang tatkala memperolehnya jangan memperturuti nafsu syaitan yang dapat merusak keberkahan rezeki tersebut.
Dalam memperoleh rezeki yang halal lagi baik, Allah SWT telah memerintahkan seluruh umat manusia di jagat raya ini (tanpa pengecualian) dengan cara yang halal lagi baik. Perintah Allah SWT termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 168-169 yaitu ;
Hai sekalian manusia di jagad raya, makanlah yang halal lagi baik atas apa saja yang kamu peroleh di muka bumi, janganlah kamu ikut cara-cara syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji.
Ukuran keberkahan rezeki dapat dilihat dari sisi penggunaan atau manfaatnya. Rezeki yang dibelanjakan dengan manfaat yang positif menjadi tolak ukur bahwa rezeki yang diperoleh berkah. Rezeki yang dibelanjakan tanpa memberikan manfaat yang berarti serta berdampak mudharat bagi diri sendiri juga dapat dijadikan tolak ukur bahwa rezeki yang diperoleh tidak berkah.
Kata lain dari sebuah ukuran keberkahan rezeki yaitu penggunaan belanja sesuai dengan peruntukkan yang baik, tepat dan benar. Dalam bahasa Al Qur’an keberkahan rezeki bila digunakan dengan membelanjakannya di jalan Allah agar rezeki yang diperoleh dari-Nya dapat mensucikan diri.
Firman Allah dalam Surah Al Baqarah 254 menjelaskan tentang keberkahan rezeki dengan menggunakan pada jalan Allah berbunyi ;
Wahai orang yang beriman, gunakanlah sebahagian rezeki mu dengan membelanjakannya di jalan Allah dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, sebelum datang suatu hari yang tidak ada lagi jual beli (perniagaan) dan tidak ada lagi persahabatan serta tidak ada lagi hukum. Orang kafir adalah golongan yang zalim.
Dalam penjelasan berikutnya Al Qur’an menggambarkan bahwa rezeki yang digunakan di jalan Allah dengan manfaat yang dirasakan diri sendiri dan orang lain bagaikan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir yang berisikan ratusan biji.
Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah bagaikan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir dan tiap-tiap butir berisikan seratus biji. Allah akan terus melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia Kehendaki. Allah Maha Luas kurnia-Nya lagi Maha Mengetahui. (Al Baqarah 261)

Masih dalam surah yang sama di ayat lain, Al Qur’an juga mendeskripsikan betapa Allah melipat gandakan atas penggunaan rezeki yang diridhai-Nya.
Dan perumpamaan orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi disirami hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buah dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, hujan gerimis pun juga memadai hasil kebun tadi. Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. (Al Baqarah 265).

Selain membelanjakan rezeki untuk kebutuhan pribadi dan keluarga, keberkahan rezeki akan terasa manfaatnya dengan berinfaq, bersedekah, berzakat dan menggunakannya untuk kemaslahatan umat dan negara. Bentuk penggunaan rezeki yang menyimpang dari peruntukkan apalagi sama sekali tanpa memperdulikan nafkah di jalan Allah (infaq, sedekah dan zakat) justru membuat rezeki yang diperolehnya menjadi bencana bagi diri sendiri.
Betapa bulan suci Ramadhan ini menjadi bulan intropeksi diri atas segala bentuk perbuatan dan penggunaan rezeki yang kita peroleh selama ini. Peluang Ramadhan dengan meraih keuntungan rezeki dan penggunaanya saling merasakan dan memahami lingkungan sekitar sebagai bulan Ramadhan menjadi bulan keberkahan rezeki bagi manusia di jagad raya.


Penulis; , Alumni UMA dan USU, Dosen UMA. Email; safwankhayat@yahoo.com